"Nominalnya juga sesuai kesepakatan satu angkatan. Tidak ada patokan harga untuk kumpulan (patungan) satu angkatan itu per bulannya," katanya.
Firda menyebut dalam satu angkatan, total ada 11 mahasiswa-mahasiswi, termasuk korban. Adapun pungutan uang itu digunakan untuk operasional angkatan dan biaya makan malam ketika bertugas.
Dia mengatakan dari rumah sakit hanya mendapat jatah makan siang, sehingga untuk makan malam para mahasiswa harus membeli sendiri. Firda juga membantah soal pernyataan pungutan sebesar Rp40 juta tersebut.
Dia mengatakan uang yang dikumpulkan dari pungutan hanya sekitar Rp15 juta-Rp20 juta dalam sebulan dan dipakai untuk operasional. Pengumpulan uang itu juga hanya dilakukan oleh angkatan pertama.
Selepas itu, tidak ada lagi pungutan uang. Hal itu juga dibenarkan oleh dr Angga, salah satu mahasiswa PPDS Undip yang lebih senior.
"Saya pastikan selama menjalani pendidikan tidak ada pemalakan dari pihak mana pun. Sehingga dalam jumlah berapa pun tidak dibenarkan dan tidak terjadi," ujarnya.
Angga menuturkan mahasiswa semester satu hanya diminta pungutan sebesar Rp10 juta per orang untuk operasional angkatan selama satu semester. "Itu juga bisa dicicil tidak harus cash (tunai). Saya cicil sebanyak empat kali," katanya.
Sementara Nasser mengatakan pihaknya yang menamakan diri Kolaborasi Anti Kebohongan itu berencana untuk membuat laporan polisi di Bareskrim Polri atas kebohongan yang sudah disampaikan ke publik.
"Kami sedang merundingkan melakukan upaya hukum melaporkan ke Bareskrim, pencemaran nama baik dan fitnah," katanya.
Editor : Iman Nurhayanto