Menyitir data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia masih rendah, hanya 0,001 persen. Artinya dari 1.000 orang penduduk hanya 1 orang yang rajin membaca. Hal ini menyebabkan Indonesia berada di urutan ke-60 dari 61 negara soal minat baca. Padahal aktivitas membaca merupakan jendela dunia. Masyarakat kita lebih suka menonton ketimbang membaca (buku, kitab, jurnal, artikel, dll). Maka menjadi pemandangan umum yang terjadi di berbagai laman media sosial (terutama Whatapps Group) adanya postingan, forward, copy paste konten dhaif dan hoax, yang menimbulkan kegaduhan sosial yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Untuk menilai sang kandidat yang hendak kita pilih dalam pemilu, Umar bin Khatab pernah menyampaikan pedoman untuk menilai kebaikan dan keburukan seseorang secara adil dan berkeadaban. Umar menyatakan : ”Untuk menilai kebaikan dan keburukan seseorang, apakah kalian sudah pernah melakukan satu dari tiga hal terhadap orang itu, yaitu muamalah, syafar dan memberi amanat”. Dengan bermuamalah (berdagang, jual-beli, gadai-menggadai, dst) kita menjadi tahu karakter orang tersebut : jujur amanah atau khianat, disiplin membayar tepat waktu atau suka berhutang tapi ngemplang, bersikap adil atau suka mencuri takaran, kaya tapi bakhil atau hidup sederhana tapi suka berbagi, dan sebagainya.
Dengan melakukan perjalanan jauh bersama (syafar), kita menjadi faham atas kebiasaan dan tindak tanduk mana yang manfaat dan madharat dari rekan seperjalanan. Dalam konteks saat ini, seberapa lama kita pernah hidup bersama dalam satu kampung sebagai tetangga, satu organisasi sosial kemasyarakatan, satu jamaah dalam masjid dan tempat ibadah lain, serta lamanya berinteraksi sosial dalam satu wadah komunitas.
Dalam kehidupan sosial politik kebangsaan, pernahkah kita memberikan amanat kepada seseorang untuk menjabat sebagai Ketua RT/RW, Kepala Desa, Kepala Daerah, Wakil Rakyat (DPD/DPR/DPRD) dan berbagai jabatan politik dan publik lainnya. Silahkan dinilai kelebihan dan kekurangan orang itu dikala memegang amanat selama menjadi pejabat publik dan pejabat negara. Sebagaimana Abraham Lincoln pernah mengatakan : ”Jika anda mau melihat tabiat (karakter) asli seseorang, maka berilah dia sedikit kekuasaan”.
Apabila dari ketiga cara untuk menilai seseorang, seperti pernah disampaikan Umar bin Khatab, belum satupun pernah kita lakukan kepada seorang kandidat, maka kita masih memiliki satu cara yang tidak kalah ampuh hasilnya. Yaitu dengan cara memanjatkan doa khusus melalui shalat istikharah yang lebih bersifat personal, privacy dan non viral. Bisa pula melakukan doa bersama (shalat sunah hajat berjamaah) agar diberi pemimpin bangsa dan negara, serta para wakil rakyat yang berintegritas baik. Namun ada satu hal yang musti diingat, sebagaimana pernah diijazahkan oleh seorang kyai kepada saya : niatnya harus dilandasi ketulusan dan sedang tidak memihak atau memiliki kecenderungan pilihan kepada seorang kandidat.
Editor : Iman Nurhayanto