get app
inews
Aa Read Next : Pendiri Polmark Indonesia Ungkap Lima Modus Pencurian Suara pada Pemilu 2024, Ini Penjelasannya

Menilai Kandidat di Tengah Keragaman

Selasa, 26 Desember 2023 | 16:28 WIB
header img
Foto: Khafid Sirotudin

SOLO, iNewsJatenginfo.id - Dalam sebuah interaksi sosial (Jawa : sesrawungan) dengan sesama, tetangga dan masyarakat kita selalu dihadapkan beberapa alternatif pilihan yang harus diambil. Begitu pula pilihan politik elektoral setiap kali ada pemilu legislatif (pileg), pilpres, pilkada maupun pilkades. Seseorang memilih biasanya berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain : kesamaan agama dan ideologi, kepentingan pragmatis atau bisnis, hubungan kekerabatan keluarga, kedekatan relasi pertemanan atau komunitas, dan kesamaan asal daerah/etnis/suku.

Di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia, fragmentasi politik dan sosial menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi kita memiliki 6 agama yang diakui negara serta mempunyai 1.340 suku bangsa (Sensus BPS 2010). Belum termasuk “suku blasteran” sebagai akibat dari migrasi penduduk dan pencampuran budaya (sinkretis) yang saling mempengaruhi. Dimana suku Jawa merupakan kelompok terbesar dengan jumlah populasi mencapai 41 persen dari total penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebuah negara yang memiliki suku bangsa terbanyak se dunia.

Berdasarkan data dari Badan Bahasa Kemendikbud RI, jumlah bahasa daerah di Indonesia sebanyak 718 bahasa, dimana 90 persen-nya tersebar di wilayah Indonesia Timur. Papua (428), Maluku (80), Nusa Tenggara Timur (72) dan Sulawesi (62). Banyaknya bahasa daerah membuat Indonesia menjadi negara urutan kedua yang memiliki bahasa daerah terbanyak di dunia, setelah Papua Nugini. Dari data kajian vitalitas bahasa daerah di Indonesia menunjukkan adanya bahasa yang dikategorikan punah, berstatus kritis, terancam punah, mengalami kemunduran, dalam kondisi rentan, serta berstatus aman.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminudin Aziz, pernah mengatakan dalam unggahan akun Instagram @badanbahasakemendikbud (22/02/2023) : ”Ketika benteng pertahanan keluarga tak terjaga, nasib bahasa ibu tinggal menunggu kepunahan”. Dengan kata lain, benteng utama “bahasa ibu” (bahasa daerah) adalah keluarga. Di dalam keluarga, dimana orang tua berasal dari suku bangsa yang sama, kebiasaan komunikasi sehari-hari antar anggota keluarga menggunakan suatu bahasa (bahasa daerah, Indonesia, asing, campuran) akan menjadi sebuah kebiasaan yang akan diikuti anak-anak dan anggota keluarganya.

Editor : Iman Nurhayanto

Follow Berita iNews Jatenginfo di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut