Fenomena Muswil
Selama menjadi warga Muhammadiyah (NBM : 679-310) kami berihtiar memantaskan diri menjadi warga dan kader yang baik. Kami berusaha hadir di setiap perhelatan Muktamar, Muswil, Musda, Muscab Muhammadiyah dan Ortom (Aisyiyah, IPM dan PM) meski sebagai penggembira. Kami nikmati proses musyawarah yang adil dan beradab, beserta aneka kegiatan pendukungnya : diskusi, seminar, pengajian, bazar, perlombaan dan pameran. Dengan segala kehangatan dinamika organisasi, beragam latar profesi calon pimpinan, serta kepentingan politik dan ekonomi yang menyertai. Sebagai ormas Islam terbesar di tanah air, Muhammadiyah akan selalu mendapatkan perhatian dari stakeholders.
Menjelang Muswil Muhammadiyah Jateng yang tinggal 13 hari lagi, ada beberapa catatan sebagai berikut :
Pertama, saya berterimakasih atas informasi yang diberikan meskipun agak prihatin adanya "tim sukses" Muswil sebagaimana dituturkan yunior AMM. Sebagai dosen PTM rasanya tidak elok jika mensikapi proses Muswil dengan membuat Tim Sukses. Jangan-jangan hal itu bukan keinginan bapak-bapak yang dicalonkan, tetapi lebih karena keinginan dan kebutuhan personal untuk bisa bertahan dan mendapatkan jabatan struktural di PTM.
Kedua, pemilihan 13 Formatur PWM selama ini tidak berdasarkan kewilayahan dan daerah asal calon. Keterpilihan "Dewa 13" lebih dikarenakan jejak amal shalih (keshalihan pribadi dan sosial) selama menjadi Pimpinan Muhammadiyah dan kader persyarikatan/Ortom yang baik di Jawa Tengah. Yaitu kehadiran dan popularitas (dikenal karena terlihat seringkali hadir), kapabilitas (memiliki kemampuan yang dibutuhkan organisasi) dan akseptabilitas (keberterimaan) peserta Muswil.
Ketua PWM Jateng dan 13 Formatur terpilih selama ini tidak mendasarkan pada asal daerah/kabupaten/kota dimana yang bersangkutan bertempat tinggal, apalagi suku dan ras. Muswil Muhammadiyah bukan Forum Reorganisasi Parpol yang butuh menata caleg sesuai Daerah Pemilihan (Dapil).
Ketiga, munculnya fenomena Kapitalis Birokrat di dalam persyarikatan. Mohon maaf kalo saya memakai diksi yang terkesan berbau sosialis. Sebab sosialisme-komunisme dan kapitalisme-liberalisme bagi kami, ideologi yang memiliki daya rusak sama bahayanya bagi keberlangsungan hidup persyarikatan.
Muhammadiyah dibangun berlandaskan ideologi yang bersumber pada Al-Qur'an dan As-sunnah. Tata kelola organisasi (good governance) Muhammadiyah dan AUM dilandasi nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, keadilan, amanah dan kemanfaatan (benefit) sebesar-besarnya bagi umat, masyarakat, bangsa dan kemanusiaan universal. Bukan sebagai sarana mencari profit (keuntungan) pribadi, keluarga dan kelompok.
Editor : Iman Nurhayanto