Aan banyak belajar dari sosok Adnan Buyung Nasution khususnya dalam kegiatan praktisi hukum.
“Tugas pengacara yang utama adalah menjaga penegakan hukum, tidak boleh mengabaikan hak hidup dalam arti kata hak asasi manusia, kehormatan manusia baik di mata HAM atau hukum, itu yang dilakukan bung Adnan saat mendampingi Pak Wiranto. Dia tidak membela Wirantonya, tapi membela hak hukumnya,” katanya.
“Bung Adnan itu namanya harum sampai beliau meninggal. Bahkan dalam lembaga bantuan hukum indonesia beliau nenek moyang pendirinya, disitu saya belajar ternyata ini bedanya pengacara dengan hakim dengan jaksa dengan penyidik dengan akademisi, tantangannya berat, sudut pandangnya luas mengenai permasalahan hukum, fungsinya sampai ke titik bahkan berhubungan dengan opini publik bertentangan dengan hukum opini sosial yang bertentangan dengan hukum, sampai kesana pengacara itu harus memahami,” paparnya.
“Itulah kenapa saya juga di IKADIN, karena IKADIN nenek moyangnya adalah bung Adnan Buyung Nasution, saya pilih karena satu itu,” ujarnya.
Aan Tawli menyampaikan suka duka sebagai pengacara, ia menyebut lebih banyak suka selama menjalani profesi ini.
“Nikmat terbesar itu kita di wongke wong, bahkan kayak didewakan, itu yang tidak kita dapat di pekerjaan lain, tapi kalau kita mau di wonge juga tidak boleh melanggar kode etik juga, yang jelas klien sangat membutuhkan kita. Suka lainnya tentu finansial, menjanjikan,” ungkapnya.
"Kalau dukanya cuma satu, jika apa yang kita lakukan dalam pembelaan kepada klien, tiba-tiba klien lebih percaya kepada oknum penegak hukum yang korup. Sedihnya bukan ditinggalin tapi sedihnya klien ini kalau kejebak dalam sebuah keadaan hukum yang dia sendiri nggak tahu harus ngapain, itu yang paling sedih,” terangnya.
Editor : Iman Nurhayanto