Atau, tidakkah cukup berbagai bencana alam : banjir, gunung meletus, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kekeringan dan ribuan anak stunting yang terjadi di seluruh penjuru negeri membuat kita sadar diri untuk kembali ke jalan yang baik dan benar ?
Aksi Nyata Hablum-minal Alam
Presiden Jokowi, dalam sambutan pembukaan Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo, mengemukakan narasi hablum-minal alam. Saya meyakini narasi tersebut muncul sebagai respon positif atas tema yang diangkat dalam Muktamar yaitu "Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta". Beliau mengajak segenap elemen bangsa (rakyat, wakil rakyat dan pemerintah) untuk bergotong royong membangun kehidupan kebangsaan yang lebih bermartabat dan berwawasan lingkungan dengan memanfaatkan sumberdaya alam secara bijak.
Muhammadiyah, sebagai salah satu pilar utama kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah seharusnya mengambil peran penting bersama komponen anak bangsa lainnya, dalam menangani krisis pangan, krisis energi dan krisis lingkungan. Sebuah 'krisis peradaban kontemporer' yang sedang dihadapi oleh semua bangsa dan negara di dunia. Sebuah kesenjangan peradaban (civilization gap) yang muncul akibat keserakahan dan ketidakadilan/kedzaliman, serta absennya nilai moral dan etika sosial manusia terhadap Tuhan, sesama dan lingkungan/alam semesta.
Saya berharap, Risalah Islam Berkemajuan yang dihasilkan Muktamar Muhammadiyah ke-48 hendaknya bisa menjadi semacam "Fikih Peradaban" yang mampu dipraktekkan secara nyata dalam kehidupan umat dan warga persyarikatan sehari-hari. Sehingga diharapkan warga dan umat mampu mengejawantahkan setiap laku kehidupan menjadi amal shalih dan bernilai ibadah (hablum-mina-Allah).
Setiap pimpinan, kader dan warga persyarikatan dituntut mampu bersinergi dan berkolaborasi dengan sesama (hablum-minan -nas). Mari kita biasakan berperilaku jujur, adil, berperikemanusiaan, memiliki sense of behaviour, gemar dan gembira membantu sesama, mampu hidup saling asah-asih- asuh dalam keragaman suku-agama-ras (bhinneka tunggal ika). Warga dan umat diminta menghormati tradisi lokal (local genius) beralaskan cinta kasih sesama, berakhlak sosial dan berperadaban unggul. Sehingga umat dan masyarakat terhindarkan dari wabah "cultural-lag" atau "jumud-millenial". Sebuah kebekuan peradaban/budaya yang sejak awal berdiri selalu dihadapi dan melekat pada diri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid (pembaharuan).
Hubungan harmonis dengan alam dan lingkungan (hablum-minal alam) harus diarusutamakan pada setiap pembangunan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang berwawasan lingkungan. Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan konsep Go-green/Pro Lingkungan dalam membangun berbagai sarana prasarana persyarikatan harus mulai dijalankan.
Pembangunan masjid At-Tanwir di kompleks PP Muhammadiyah Jakarta bisa dijadikan contoh dan model bangunan yang memanfaatkan energi matahari untuk pencahayaan dan sumber energi kelistrikan, serta pemanfaatan kembali "re-use, re-cycle" air tanah secara efisien. Tidak lupa pembuatan biopori dan penanaman aneka tumbuh-tumbuhan untuk meminimalkan ancaman banjir dan memaksimalkan pemanfaatan air tanah.
Editor : Iman Nurhayanto