SEMARANG, iNewsJatenginfo.id - Dari berbagai pilar peradaban suatu bangsa, pendidikan menempati pilar sentral di dalamnya. Hal ini terjadi karena pendidikan menjadi penentu kualitas sumberdaya manusia di dalam sebuah peradaban. Pendidikan yang baik akan menghasilkan sumberdaya manusia yang baik, sumberdaya yang baik akan menentukan keberlangsungan perekonomian, sosial-budaya, dan segala aspek kehidupan dari sebuah bangsa.
Dalam perjalanannya, pendidikan berkembang secara dinamis. Saputra dan Marcelawati dalam penelitiannya menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses yang berjalan secara berkelanjutan, dapat berubah, dan berkembang seiring berjalannya waktu (Saputra & Marcelawati, 2020).
Bangsa Indonesia dalam lintasan sejarahnya memiliki dinamika perkembangan pendidikan yang cukup panjang. Indonesia sudah mengalami dinamika perkembangan pendidikan sejak pra kemerdekaan, baik ketika dalam penguasaan penjajah Belanda maupun Jepang.
Pada masa kemerdekaan dan pasca kemerdekaan, perkembangan pendidikan di Indonesia juga semakin dinamis. Di mana pada awalnya tujuan pendidikan di Indonesia ialah mendidik anak-anak menjadi warga negara yang berguna, yang diharapkan kelak dapat memberikan pengetahuannya kepada negara (Adryamarthanino, 2021).
Dari paparan penulis di atas, hadirnya RUU Sisdiknas di tahun ini merupakan suatu hal yang biasa terjadi, bahkan menjadi sebuah keniscayaan. Mengapa demikian? Karena pada dasarnya konsepsi tentang pendidikan senantiasa berkembang seiring perkembangan zaman.
Munirah dalam Sistem Pendidikan di Indonesia: Antara Keinginan dan Realita menyebutkan bahwasanya semangat sistem pendidikan di Indonesia saat ini yakni membawa kemajuan dan perkembangan bangsa, dan menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Munirah, 2015). Hal ini senada dengan visi dan misi Sisdiknas yang tertuang pada UU RI nomor 20 Tahun 2003.
Kemajuan dan perkembangan bangsa yang tertuang dalam UU sebagaimana telah penulis sebutkan di atas perlu kiranya menjawab tantangan sedang bangsa ini hadapi. Tantangan yang Bangsa Indonesia hadapi pada beberapa waktu terakhir semakin berkembang dan dinamis.
Terlepas dari hal tersebut, perlu kita ingat bahwa terdapat satu hal yang sangat fundamental dalam spirit pendidikan di Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Frasa ini sendiri termaktub secara gamblang di dalam Pembukaan UUD 1945.
Pada Sisdiknas UU 20/2003, pendidikan di Indonesia berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Menurut pandangan penulis, tujuan mulia ini sudah sangat baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun perlu adanya pengembangan yang sesuai dengan tantangan, yang hari ini sedang terjadi.
Hal ini kemudian terjawab melalui RUU Sisdiknas yang merumuskan kembali fungsi pendidikan di Indonesia, yakni untuk mengembangkan potensi pelajar dengan karakter Pancasila agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mandiri, berilmu, bernalar kritis, berkebinekaan, bergotong royong, dan kreatif.
Tidak berhenti pada fungsi saja, tujuan pendidikan di Indonesia yang pada UU 20/2003 berbunyi, “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Kemudian pemerintah mengusulkan perubahan melalui RUU Sisdiknas menjadi, “Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk masyarakat yang religius, menjunjung kebinekaan, demokratis dan bermartabat, memajukan peradaban, serta menyejahterakan umat manusia lahir dan batin.”
Dalam dinamikanya, pendidikan di Indonesia mengalami pasang surut, hal ini bukan tanpa sebab. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi fluktuasi dinamika pendidikan di Indonesia. Dinamika yang muncul seiring perkembangan zaman bukan tidak meninggalkan permasalahan bagi pendidikan itu sendiri.
Mokhammad Ishaq Tholani dalam penelitiannya mendapati lima masalah pendidikan yang berhulu pada privatisasi pendidikan, di antaranya : biaya pendidikan mahal, melebarnya gap dalam kualitas pendidikan, lahirnya diskriminasi sosial, timbulnya stigmatisasi, dan memburuknya kualitas SDM dan kepemimpinan masa depan (Tholani, 2013).
Kemudian, Siti Fadia Nurul Fitri dalam Problematika Kualitas Pendidikan di Indonesia juga memaparkan bahwasanya di Indonesia–saat ini–terdapat beberapa masalah di dalam pendidikan, meminjam teori P. H. Combs, di antaranya : Semakin banyaknya peserta didik yang tidak sebanding dengan ketersediaan sarana pendidikan yang mutu, langkanya sarana prasarana penunjang pembelajaran, mahalnya biaya pendidikan, ketidaktepatan hasil pendidikan, dan ketidakefesienan sistem pendidikan (Fitri, 2021).
Masih menurut Fitri, paling tidak terdapat tiga faktor yang mempengaruhi problematika pendidikan di Indonesia. Di antaranya : faktor pendekatan pembelajaran, faktor perubahan kurikulum, dan faktor kompetensi guru (Fitri, 2021).
Menilik berbagai problematika yang telah penulis paparkan di atas, perlu kiranya solusi konkrit yang dapat menjadi jawaban. RUU Sisdiknas yang sudah pemerintah ajukan kepada DPR harapannya menjadi jawaban yang dapat menjadi solusi awal.
Paling tidak terdapat lima tahapan yang perlu pemerintah tempuh agar RUU Sisdiknas dapat menjadi undang-undang, di antaranya perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan. Sedangkan RUU Sisdiknas ini sendiri, sekarang telah perintah usulkan untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Perubahan Tahun 2022.
Dengan optimisme yang pemerintah bangun, tidak lantas membuat RUU Sisdiknas ini dapat secara langsung masyarakat terima. Terdapat berbagai masukan dan saran dari berbagai elemen bangsa terkait RUU ini.
Terlepas dari itu, penulis melihat semangat reorientasi pendidikan di Indonesia dalam substansi RUU Sisdiknas. Dalam paparan RUU Sisdiknas Versi Agustus 2022 yang diterbitkan pada laman sisdiknas.kemdikbud.go.id, terdapat usulan perbaikan dalam berbagai segmen. Misal saja dalam prinsip penyelenggaraan pendidikan.
Terdapat usulan perubahan mengganti prinsip membaca, menulis dan berhitung dengan penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada pelajar dan lebih holistik untuk mengembangkan kompetensi multidimensi dan kompetensi global. Masih pada prinsip penyelenggaraan pendidikan, pemerintah mengusulkan untuk menambahkan prinsip inklusif, di samping penyelenggaraan pendidikan yang memberikan keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik.
Di akhir, penulis berharap bahwa RUU Sisdiknas dengan berbagai masukan dan partisipasi aktif masyarakat mampu menjawab permasalahan-permasalahan di Indonesia. Jika tidak bisa semua paling tidak sebagian besar.
Selain itu, harapannya pada ranah implementatif, ketika nanti telah diundangkan, pemerintah bersama-sama dengan unsur masyarakat dapat mengawal kebijakan di dalam RUU Sisdiknas.
Editor : Iman Nurhayanto