"Variabel yang mempengaruhi stabil atau tidak stabil proses penunjaman lempeng antara lain efektifitas normal stress, suhu dari pemanasan gesekan, sifat material seperti komposisi batuan dan sedimen, permiabilitas dan kekasaran permukaan lempang yang menunjam," sebutnya.
Menurutnya, kompleksitas sifat geser megathrust lebih menonjol di kedalaman kurang dari 15 Km di bawah dasar laut.
"Rasio slip seismik dan aseismik tinggi, variasi adanya sedimen yang mengeras, cairan yang dikeluarkan, struktur batimetri yang kasar pada lempeng subduksi, struktur kompleks dari prisma akrese dan kerentanan terhadap laju regangan tinggi," jelasnya.
"Struktur batimetri, sedimen, tekanan air pori dan laju regangan semuanya berperan dalam perilaku seismik," lanjutnya. Yudhicara mengatakan, gempa megathrust pernah terjadi beberapa kali di Indonesia. Sedikitnya, ada delapan daerah yang pernah merasakan gempa megathrust ini.
"Di antaranya Aceh 2024 dengan kedalaman 13,5. Kemudian di Nias dengan kedalaman 30,5 Km. Lalu Mentawai dengan kedalaman 20,1 Km. Ada Bengkulu dengan kedalaman 30,5 Km," sebut dia.
"Kemudian ada Pangandaran dengan kedalaman 11,5 Km. Lalu Banyuwangi dengan kedalaman 11,5 Km. Kemudan ada Sumba dengan kedalaman 25 Km dan Biak dengan kedalaman 11,5 Km," ujarnya.
Editor : Iman Nurhayanto