KUDUS, iNewsJatenginfo.id - Sejarah dandangan di Kudus memiliki akar yang sangat kuno dan sakral. Dandangan pertama kali dilaksanakan sebagai bagian dari ritual atau perayaan masyarakat setempat yang berkaitan erat dengan nilai-nilai religius dan kebudayaan.
Dandangan bermula di era Sunan Kudus, yaitu pada abad ke-16, dimana Sunan Kudus dikenal sebagai salah satu penyebar Islam di pulau Jawa, khususnya di wilayah Kudus. Beliau menggunakan dandangan sebagai cara untuk mendekatkan masyarakat kepada ajaran Islam. Dengan memadukan unsur-unsur budaya setempat dalam konteks Islam, Sunan Kudus merayakan dandangan sebagai sarana syiar dan dakwah.
Tempat pelaksanaan dandangan secara tradisional adalah di sekitar Menara Kudus atau Masjid Kudus yang juga dikenal sebagai Masjid Menara, yang didirikan oleh Sunan Kudus. Menara ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat azan tetapi juga sebagai simbol dari kesinambungan antara agama, budaya, dan komunitas setempat. Seiring berkembangnya zaman, dandangan menyebar ke wilayah-wilayah sekitar masjid ini.
Secara waktu, dandangan selalu diadakan menjelang bulan suci Ramadan. Pekan dandangan merupakan salah satu bentuk persiapan masyarakat Kudus dalam menyambut bulan puasa. Tradisi ini telah berlangsung selama ratusan tahun dan menjadi semacam tanda akan dimulainya bulan suci bagi umat Islam di daerah tersebut.
Puncak acara dandangan diisi dengan prosesi-prosesi yang sudah disebutkan sebelumnya dan biasanya berakhir satu atau dua hari sebelum Ramadan dimulai. Pelaksanaan tahunan dandangan ini telah menjadi panorama budaya yang tidak hanya penting bagi masyarakat Kudus tetapi juga bagi banyak pelancong yang datang untuk menyaksikan dan menjadi bagian dari tradisi ini.
Pengembangan tradisi dandangan di Kudus untuk menghindari gangguan terhadap kesucian dan kekhusyukan jalan Sunan Kudus (yaitu sekitar area Masjid Menara Kudus) dapat dilakukan melalui strategi yang memperhatikan kelestarian budaya, ketertiban umum, dan spiritualitas. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil:
1. Pemisahan Zona Kegiatan:
Memisahkan zona kegiatan dandangan dan zona keagamaan. Tempat-tempat hiburan dan pasar malam dapat dipindahkan ke lokasi yang sedikit lebih jauh dari masjid, sehingga tidak mengganggu jemaah masjid.
2. Penyelenggaraan Eksibisi Budaya:
Mengadakan eksibisi budaya dandangan di lokasi terpusat yang tidak langsung berdampingan dengan Masjid Menara Kudus atau jalan-jalan utama, misalnya di lapangan terbuka atau pusat-pusat kegiatan komunitas yang telah ditetapkan.
3. Menggunakan Ruang Vertikal:
Memanfaatkan ruang vertikal untuk dekorasi dan simbolisme tanpa mengambil banyak ruang di jalan, misalnya dengan penggunaan banner, balon, dan struktur yang dapat dipasang di atas kepala.
4. Penjadwalan Kegiatan:
Melakukan penjadwalan kegiatan dengan baik sehingga acara-acara penting tidak bertepatan dengan waktu ibadah utama, seperti shalat Jumat atau tarawih.
5. Koordinasi dengan Pejabat Setempat:
Melakukan koordinasi dengan pemerintah kota dan lembaga keagamaan untuk menentukan waktu dan lokasi kegiatan yang sesuai, serta menerapkan aturan tentang tingkat kebisingan dan keramaian.
6. Pengaturan Lalu Lintas:
Menerapkan pengaturan lalu lintas khusus selama periode dandangan untuk menghindari kemacetan dan mengontrol aliran pejalan kaki, seperti jalur khusus untuk akses ke masjid.
7. Edukasi dan Informasi:
Melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesucian dan ketenangan area masjid, termasuk independensi dari kegiatan komersil dan menghindari jalan Sunan Kudus.
8. Peningkatan Infrastruktur:
Investasi dalam peningkatan infrastruktur untuk mendukung kegiatan dandangan, seperti peningkatan fasilitas parkir yang terintegrasi dengan shuttle yang menghubungkan tempat parkir dengan lokasi dandangan.
9. Penggunaan Teknologi:
Memanfaatkan teknologi, seperti aplikasi seluler untuk informasi tentang jadwal kegiatan, lokasi, dan lain-lain, agar pengunjung dapat merencanakan kunjungan mereka dengan lebih efisien.
10. Membangun Kemitraan:
Membuat kemitraan dengan usaha dan bisnis lokal sehingga kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan dandangan dapat dilakukan hanya dengan pedagang ber KTP Kudus tanpa mengurangi ruang sakral Masjid Menara Kudus.
Melalui strategi-strategi tersebut, sambutan terhadap bulan Ramadan melalui tradisi dandangan dapat terus berkembang dengan menghormati tempat-tempat ibadah dan juga menjaga nilai-nilai keagamaan. Pendekatan yang serasi antara cita rasa budaya, agama, dan kebutuhan praktis akan memperkuat tradisi ini di masa yang akan datang.
Dr. dr. Renni Yuniati adalah dokter dan pegiat pariwisata Kabupaten Kudus
Editor : Iman Nurhayanto