SRAGEN, iNewsJatenginfo.id - Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat atau PKBM merupakan lembaga pembelajaran yang berada dibawah pengawasan dan bimbingan Dinas Pendidikan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 10 yang menyatakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang sering disingkat sebagai PKBM sebagai salah satu satuan pendidikan non formal.
Seseorang yang belum memiliki ijazah atau mengikuti pendidikan formal sebelumnya biasanya memilih melanjutkan pendidikan di PKBM, agar bisa memiliki ijazah sesuai jenjang pendidikan yang diinginkan.
PKBM sendiri mengikat dengan Dinas Pendidikan di Kabupaten, sehingga secara regulasi dasar juga berada dalam naungan Dinas Pendidikan.
Secara aturan, jika seseorang ingin mendapatkan pendidikan di PKBM maka harus mengikuti aturan yang ada, seperti masuk di jam, mandiri dan menerima mata pelajaran yang ditentukan layaknya anak sekolah.
Program PKBM sedemikian halnya sekolah pada umumnya, namun kelompok ini berdiri secara swasta.
Masyakarat mungkin banyak yang belum tahu tentang apa itu PKBM, karena pada hal umum biasa orang menyebutnya dengan sebutan kejar paket.
Secara luas, program kejar paket memang tidak begitu rumit prosesnya, peserta didominasi oleh seorang yang usianya lebih dari 20 tahun.
Terdapat 3 paket yang bisa diikuti oleh calon siswa, yakni Paket A untuk setara Sekolah Dasar (SD), Paket B untuk setara Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Paket C untuk setara Sekolah Menengah Atas (SMA).
Di Kabupaten Sragen, terdapat beberapa PKBM, yang tersebar di wilayah Kecamatan.
Berdirinya PKBM secara segi manfaat adalah untuk mendukung program pemerintah, agar tercapainya masyarakat yang berpendidikan.
Meski demikian, tampaknya tidak semua PKBM bisa menjalankan regulasi yang ada, diduga banyak pembelotan aturan dan sebagai ajang bisnis untuk keuntungan pribadi (bisnis). Seperti yang terjadi di salah satu PKBM yang berada di Sragen wilayah Barat.
Seorang pimpinan salah satu PKBM di Sragen wilayah Barat secara terang-terangan mengatakan bahwa untuk dapat mengikuti pembelajaran di PKBM ada 2 alternatif. Pertama, siswa wajib mengikuti program pembelajaran sesuai dengan aturan yang ada. Kedua, siswa bisa hanya mengikuti atau hadir saat ujian/tes saja, dengan ketentuan ada biaya tambahan sebagai pengganti operasional.
Berikut ini pengakuan tarif biaya kejar paket yang diutarakan oleh seorang pimpinan PKBM yang ada di Sragen wilayah Barat.
1. Paket A (Setara SD) Rp. 1.000.000,- (Satu juta rupiah)
2. Paket B (Setara SMP) Rp. 1.500.000,- (Satu juta lima ratus ribu rupiah)
3. Paket C (Setara SMA) Rp. 2.500.000,- (Dua juta lima ratus ribu rupiah)
Pimpinan PKBM tersebut menyebut, bahwa biaya bertarif jutaan rupiah tersebut digunakan untuk operasional dan mengurus berkas-berkas.
"Ya itu untuk operasional, mengurus berkas-berkas," ujarnya.
Meski pimpinan tersebut menyatakan bahwa biaya tersebut untuk kepentingan operasional dan mengurus berkas, tapi tidak disebutkan secara rinci berkas apa dan operasional untuk hal apa saja, hal itu hanya rincian secara global. Seperti yang terlihat pada kwitansi pembayaran yang dikeluarkan oleh PKBM tersebut untuk salah satu siswa. Terlihat hanya nominal globalnya saja.
Salah satu kwitansi pembayaran oleh seorang peserta, tidak terdapat rincian biaya, hanya berbentuk global. (FOTO: iNews/ Sugiyanto)
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen, Prihantono saat dikonfirmasi mengatakan, biaya tersebut masih dalam batas wajar, tetapi secara khusus harus dijalankan sesuai aturan, siswa pun juga tidak bisa asal-asalan tiba-tiba datang ikut ujian saja.
"Kalau tarif biaya masih batas wajar. Tapi juga jangan terus semena-mena siswa masuk hanya saat tes ujian saja, kalau terbukti ada praktek menyeleweng akan langsung kami beri tindakan sanksi," tegasnya. Selasa (22/8).
Prihantono juga memaparkan, bahwa pihaknya tidak pernah meminta kontribusi dalam bentuk apapun kepada pihak-pihak penyelenggara sarana pendidikan seperti PKBM, meskipun pihaknya pernah menemukan kasus adanya pencatutan nama Dinas Pendidikan meminta kontribusi.
"Kami tidak pernah meminta, apalagi menerima kontribusi dari penyedia sarana pendidikan, kami bisa pastikan itu," paparnya.
"Pernah saya dengar, ada oknum mengatakan kepada orang yang ingin nembak ijazah, diminta bayar sekian juta, katanya untuk memberi atasan, padahal itu sama sekali tidak benar," imbuhnya.
Prihantono memastikan atas maraknya dugaan penyalahgunaan wewengan yang terjadi di PKBM kedepan pihaknya akan memperketat pengawasan serta akan sering melakukan bimbingan secara rutin kepada penyelenggara PKBM.
"Kami akan melakukan pengawasan secara ketat dan sering melakukan bimbingan," pungkasnya.
Sementara itu, seorang peserta PKBM mengutarakan bahwa tidak bisa mengikuti kegiatan secara aktif maka ia dikenakan biaya tambahan sebesar Rp500 ribu yang seharusnya ia hanya membayar Rp1,5 juta saja tapi menjadi Rp2 juta.
Kwitansi pembayaran peserta PKBM. (Foto: iNews/ Sugiyanto)
"Karena saya tidak aktif jadinya ditambah biaya Rp500 ribu, katanya untuk mengurus di atas. Masuknya saat ujian, nanti lulus dapat ijazah," terang narasumber yang enggan disebut namanya sambil memperlihatkan kwitansi pembayaran.
Hal hampir serupa juga diutarakan oleh AG, calon peserta yang ingin kejar paket C ini sempat mendatangi salah satu PKBM di Sragen wilayah Barat. Disitu ia mencari informasi terkait biaya dan sistem pembelajaran, karena ia sendiri adalah seorang pekerja yang tidak bisa mengikuti pembelajaran secara rutin. Ia menerima penjelasan dari pimpinan PKBM bahwa jika ia tidak bisa mengikuti pembelajaran maka ia harus belajar mandiri dengan modul dan menambah biaya sebesar Rp500 ribu untuk mengganti biaya operasional.
"Saya rencana mau kejar paket. Jika saya cuma masuk saat ujian saja, ada tambahan biaya Rp500 ribu," papar AG.
Editor : Iman Nurhayanto