get app
inews
Aa Read Next : DPRD Kendal Bertekad Jaga Kondusivitas Wilayah di Tahun Politik Sesuai Arahan Presiden

Imbas Diberlakukannya PKPU 10/2023 Bagi Bacaleg Perempuan

Jum'at, 19 Mei 2023 | 12:32 WIB
header img
Ilustrasi. Foto: OkeZone

Gerakan protes aktivis Perempuan dengan diberlakukanya PKPU no. 10 Tahun 2023, masih terus digaungkan. Protes tersebut disebabkan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota, berpotensi membuat keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif (caleg) di bawah 30%. karena pada Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 disebutkan bahwa penghitungan 30% jumlah bakal Calon perempuan disetiap dapil yang menghasilakan angka pecahan dan dua tempat desimal dibelakang koma bernilai kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan kebawah.

PKPU No. 10 Tahun 2023 tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 245 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang secara tegas mengamanatkan bahwa daftar caleg di setiap dapil memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan.

Padahal, hak-hak politik perempuan merupakan amanat undang-undang tentang politik afirmasi (affirmative action) kuota 30 persen keterwakilan perempuan yang belum tertunaikan secara ajek dari pemilu ke pemilu. Amanat yang bersumberkan suara-suara perempuan serta berdasarkan kesadaran kolektif atas pentingnya penghapusan ketidakadilan jender dalam setiap ruang politik. Tindakan Afirmatif dengan pemberian kuota 30% bagi kaum perempuan, merupakan Hak Konstitusional yang harus dipandang dengan proporsional dengan tidak mengesampingkan hak kedaulatan rakyat. Sebagai stake holder utama dalam negara Demokratis, adalah hak rakyat untuk memilih para wakilnya untuk duduk diparlemen. Pengabaian terhadap hak rakyat untuk memilih para wakilnya merupakan pencederaan terhadap demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Sejarah Affirmative Action

            Keterlibatan perempuan dan laki-laki dibidang politik adalah bagian tidak terpisahkan dalam proses Demokratisasi. Sebelum Indonesia di Proklamirkan, kaum perempuan sudah melakukan perjuangan karena adanya kesadaran perempuan akan ketertinggalanya dibanding laki-laki dalam berbagai aspek. Sejak Kongres Wanita Indonesia Pertama pada Tahun 1928 yang membangkitkan kesadaran dan meningkatkan rasa Nasionalisme dikalangan perempuan merupakan tonggak sejarah dalam meningkatkan kesempatan bagi perempuan Indonesia untuk berpartisipasi dalam pembangunan, termasuk dalam bidang politilk.

Editor : Iman Nurhayanto

Follow Berita iNews Jatenginfo di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut