Meski memang, seperti diakuinya, antara film dengan novel memiliki perbedaan yang terlalu tajam. Sebab, film dibatasi oleh berbagai hal, baik teknis maupun batasan estetikanya. “Film memiliki batasan estetika yang jelas-jelas berbeda dengan novel. Untuk alasan itu, tidak seluruhnya yang ada di dalam novel dapat ditampilkan ke dalam film. Akan tetapi, film memiliki fungsi sebagai alih wahana yang harapannya bisa juga mendorong orang untuk mencari informasi yang lebih akurat mengenai novel yang difilmkan itu,” jelasnya.
Sementara, ketika disinggung mengenai perkembangan puisi, Sosiawan Leak berkomentar, bahwa puisi pun memerlukan sarana lain untuk bisa dipopulerkan. Tidak semata-mata buku puisi.
“Fenomena puisi yang difilmkan atau dimusikkan adalah hal yang juga tak kalah menariknya dengan alih wahana prosa ke dalam film. Salah satunya yang dahsyat adalah film Ada Apa Dengan Cinta yang menjadi salah satu media bagi puisinya Chairil Anwar untuk bisa dipopulerkan,” katanya.
Di lain hal, Sosiawan menengarai, kondisi kekinian sastra tidak lepas dari perubahan yang terjadi di masa kini. Ia menyebutkan, sastra sebagai teks akan mengalami kesulitan jika ia masih saja didudukkan sebagai teks. Sementara masyarakat masa kini memiliki kecenderungan terhadap audio visual.
“Oleh sebab itu, sastra harus melakukan transformasi secara cepat. Para pelaku sastra mesti bisa membuat terobosan-terobosan dengan menyesuaikan diri pada keadaan. Para pelaku sastra mesti melakukan elaborasi dan kolaborasi untuk mengeksplorasi potensi-potensi yang ada,” tukas Sosiawan.
Editor : Iman Nurhayanto