Menyusuri Sungai
Jika musim kemarau tiba, sebenarnya kita bisa mengunjungi langsung sampai di lokasi perkebunan yang jaraknya 3 kilometer dari jalan utama kawasan perkebunan sawit. Namun mengingat saat ini musim penghujan maka hampir seluruh kawasan perkebunan sawit di Gumai terendam air. Sungai yang kami lalui dengan sampan pada hakekatnya merupakan parit yang membelah batas antar kebun. Selain berfungsi sebagai batas lahan, juga sebagai penangkal kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang sering terjadi di sebagian lahan gambut.
Lahan sawit di Gelumbang Muara Enim merupakan lahan gambut yang tipis, tidak setebal lahan gambut di Kalimantan yang pernah saya lihat. Ketebalan gambut lahan milik Doni hanya 10-15 centimeter. Sehingga relatif mudah untuk ditanami berbagai tanaman sela berupa sayuran dan buah-buahan semusim. Terlihat sekilas tanahnyapun relatif subur ditanami cabai rawit, terong, tomat dan waluh. Ada juga nanas, pepaya, alpukat dan kemiri sebagai tanaman “pethetan” sambil menunggu tanaman sawit berproduksi awal di usia 3 tahun.
Tidak terasa kami berempat sampai di lokasi kebun sawit milik Doni, setelah 30 menit mengayuh sampan. Lumayan berkeringat dan harap maklum karena belum terbiasa mengayuh sampan sebagaimana lagu “nenek moyangku seorang pelaut”. Kami disambut Puji Raharjo dan Sarji, dua orang pekerja kebun sawit milik Doni di ujung kebun. Setelah sampan ditambatkan, kami berjalan menyusuri pinggiran kebun menuju pondok yang dilengkapi listrik tenaga matahari (solar cell) 150 Watt. Asik juga suatu ketika menginap disini, jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
Bagi Hasil
Puji Raharjo, berasal dari Tugu Mulyo, Ogan Komering Ilir. Kedua orang tuanya transmigran asal Jawa, bapaknya asli Blitar Jatim dan ibunya Tegal Jawa Tengah. Sedangkan Sarji berasal dari Merah Mata, Sumijawi, Musi Banyuasin, kedua orang tuanya transmigran asal DI Yogyakarta. Sebulan hingga dua bulan sekali mereka bergantian pulang ke rumah mengunjungi keluarga. Ketika saya tanyakan ke Raharjo : ”kapan wangsul OKI (kapan pulang ke OKI) pak?”. Dengan tersenyum dia menjawab : ”mangkeh sekalian riyaya pak (nanti sekalian lebaran)”.
“Eman tandurane lombok sampun sami uwoh, regine pas sae (sayang sekali tanaman cabai sudah mulai berbuah, harganyapun sedang bagus)”, ujar Raharjo.
“Pinten regine sakmeniko”, tanya saya.
Editor : Iman Nurhayanto