get app
inews
Aa Text
Read Next : Tak Pernah Diberi Makan saat Ditahan Israel, Pria Palestina Kenyang Berkat Amalan Ini

Taufan Al-Aqsha Metafor Politik -Agama -lingustik

Kamis, 12 Oktober 2023 | 20:01 WIB
header img
Mamdukh Budiman, Dosen Bahasa Arab, Kajian Timur Tengah dan Studi Islam Unimus. Foto: Ist

SEMARANG, iNewsJatenginfo.id - Konflik Israel-Palestina kembali terjadi pada Senin (7/10/2023). Peristiwa ini mengejutkan dunia international, Arab dan Islam, Kawasan Timur Tengah kembali memanas karena serangan tiba-tiba oleh kelompok Hamas Palestina ke Israel dekat perbatasan Gaza. Hamas menamai serangan mereka sebagai “Operasi Badai Al-Aqsa” dan mengajak para pejuang perlawanan di Tepi Barat serta negara-negara Arab dan Islam untuk ikut serta dalam pertempuran ini. Hal yang menarik adalah pemakaian istilah nama Operasi Badai Al-Aqsa atau dalam bahasa Arab disebut طوفان الأقصیٰ Taufan Al Aqsha, istilah nama ini merupakan di ambil dari fenomena alam yakni badai taufan (طوفان) adalah fenomena alam yang luar biasa, dahsyat, dan penuh keganasan. Ini adalah badai besar yang sering kali berdampak merusak dan bisa mengakibatkan banyak korban jiwa. Thaufan dapat digambarkan sebagai peristiwa alam yang disertai oleh gelombang besar dan berurutan yang membanjiri wilayah tertentu, dan seringkali membawa kematian dan kerusakan yang luas. Dilihat dari linguistik Arab dari موسوعة المصطلحات والقواميس الإسلامية (mausuah al musthalahat wa al Qamus Al Islamiyah) kata taufan adalah

الفيضان العظيم ، تقول: أغرقهم الطوفان أي الفيضان العظيم ، ويطلق الطوفان على كل ما كان عظيما كثيرا يحيط بالأشياء ويشملها ، من ذلك: الموت العام ؛ لما فيه من إهلاك للجميع ، وأصل كلمة الطوفان من الطوف وهو دوران الشيء على الشيء ، يقال: طاف حول الدار يطوف طوافا وطوفانا وطوفا وتطوافا أي دار حولها ، فهو طائف ، والدار مطوف بها ، وأطاف الرجل : أكثر الدوران ، ومن معاني الطواف أيضا: السير ، النزول ، وسمي الفيضان المغرق طوفانا ؛ لأنه يحيط بالقوم ويدور حولهم وينزل بهم

Dalam konteks “الفيضان العظيم”، dikatakan bahwa mereka tenggelam oleh “الطوفان” yang berarti badai besar. Kata “الطوفان” digunakan untuk merujuk pada sesuatu yang besar dan melimpah yang mengelilingi benda-benda dan melibatkannya. Ini juga termasuk dalam konteks kematian umum, karena itu menghancurkan semua yang ada. Asal kata “الطوفان” berasal dari kata “الطَوْف” yang berarti putaran atau lingkaran sesuatu di sekitar yang lain. Contohnya, digunakan dalam kalimat “طاف حول الدار يطوف طوافا وطوفانا” yang berarti dia mengelilingi rumah, dia berputar mengelilinginya, dan dia bersirkulasi di sekitarnya. Jadi, “الطوفان” adalah sesuatu yang mengelilingi dan melibatkan banyak orang, dan istilah ini juga digunakan untuk merujuk pada banjir besar yang mengelilingi orang-orang dan membanjirinya.

الفيضان المائي والمغرِق ـو كل حادث يحيط بالإنسان ويكون غالبا كثيرا متتابعا يغشى كل شيء كالموت العام

Setiap peristiwa yang mengelilingi manusia dan biasanya dalam jumlah banyak dan berturut-turut sehingga menutupi segala sesuatu, seperti banjir yang menenggelamkan dan kematian masal.

Secara linguistik, kata Taufan Al-Aqsha atau “Banjir Al-Aqsa ” mengacu pada istilah informal yang digunakan untuk merujuk pada peristiwa, gerakan politik, atau protes yang intens yang terjadi di kawasan yang dikenal sebagai Al-Aqsa, yang merupakan tempat suci bagi agama Islam dan Yahudi.  Istilah ini biasanya dikaitkan dengan peristiwa yang berkaitan dengan konflik Israel-Palestina dan dampaknya. Banjir dalam bahasa Arab biasanya berarti badai air yang besar dan merusak. Jika kata ini digunakan untuk menyebut peristiwa di Al-Aqsa, maka mencerminkan besarnya gejolak dan ketegangan yang bisa terjadi dalam konteks tersebut.

Taufan Al-Aqsha adalah sebuah fenomena sosial dan politik yang telah mengguncang Timur Tengah dan dunia internasional. Dengan latar belakang konflik antara Israel dan Palestina, taufan ini telah mengundang perhatian global. Dalam artikel ini, kita akan mencoba menganalisis Taufan Al-Aqsha dari sudut pandang linguistik, yaitu cara bahasa dan komunikasi berperan dalam memahami, merespon, dan membentuk peristiwa-peristiwa yang terjadi. Meskipun biasanya kita melihat konflik ini dari perspektif politik dan sosial, perspektif linguistik dapat membantu kita memahami peran penting bahasa dalam perkembangan peristiwa ini. 

1. Bahasa sebagai Alat Propaganda

Bahasa adalah alat utama dalam mempropagandakan pandangan, nilai-nilai, dan agenda politik dalam konflik seperti Taufan Al-Aqsha. Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini menggunakan bahasa untuk membentuk persepsi publik dan mendapatkan dukungan domestik dan internasional. Misalnya, Israel dan Palestina masing-masing menggunakan bahasa untuk mempromosikan naratif mereka. Israel menggunakan istilah "Operasi Warga Sipil" untuk merujuk kepada serangan mereka di Jalur Gaza, sementara Palestina menyebutnya sebagai "Agresi Israel." Perbedaan dalam penggunaan bahasa ini menciptakan perbedaan dalam persepsi dan pandangan masyarakat global. Sebagaimana dalam (Karman :2017) bahwa bahasa sebagai sistem instumental simbolik, dihasilkan dua sintesa, yaitu: sistem simbolik sebagai “structuring symbols” dan “structured symbols”. Sintesa ini merupakan titik utama pandangan Bourdieu bahwa bahasa sebagai alat sosial yang memiliki muatan ideologis, politis. Bahasa adalah simbol kekuasaan dari suatu identitas kultural tertentu. Kekuasaan simbolik berjalan melalui mekanisme sistem instumental simbolik, yaitu: sebagai struktur-menstruktur (structuring structures) atau modus operandi dan sebagai struktur-distruktur (structured structures) atau modus operatum; dan sebagai instrumen dominasi dan meraih kekuasaan. Bahasa bukan hanya transmisi pesan atau transaksi linguistik tapi transmisi kuasa.

2. Isu Sensitif dalam Terjemahan

Terjemahan juga memainkan peran kunci dalam konflik seperti Taufan Al-Aqsha. Bahasa Ibrani dan Arab adalah bahasa utama dalam konflik ini, dan terjemahan yang tepat dapat memiliki dampak yang signifikan pada cara pesan dan naratif disampaikan. Terjemahan yang tidak akurat atau bias dapat memicu kontroversi. Contohnya, kata-kata seperti "haram al-Sharif" (Haram Ash-Sharif) dalam bahasa Arab dan "Temple Mount" dalam bahasa Ibrani dan Inggris memiliki konotasi budaya dan agama yang berbeda. Muatan (content) bahasa berdiri di atas bentuk bahasa yang merupakan medium dalam menentukan sebua makna. Oleh karena itu translasi satu bahasa ke bahasa lain sangat problematik dan kadang menjadi tidak mungkin. Translasi kadang hanya mampu memindahkan bahasa akan tetapi tidak mampu memindahkan muatan dan makna, karena ada semacam unverbalized thought yang harus juga diterjemahkan. (Wahyu Widhiarso :2005).  Terjemahan yang tepat adalah bagian penting dari memahami isu-isu yang kompleks dalam konflik Al-Aqsha.

3. Bahasa dalam Media Sosial dan Informasi Cepat

Perkembangan teknologi dan media sosial telah mengubah cara konflik seperti Taufan Al-Aqsha dipersepsikan dan dipahami. Media sosial memungkinkan pesan tersebar dengan cepat dan tanpa filter. Bahasa dalam media sosial menjadi sarana penting dalam menyebarkan naratif dan menciptakan opini publik. Teknologi komunikasi yang bergerak sangat cepat dalam jalan cyberspace itu menyebabkan terjadinya impuls sosial budaya yang sangat beragam, saling tumpang tindih, dan pada akhirnya memicu proses pencampuradukkan berbagai wacana nilai ke dalam wacana posmodernisme sebagai sebuah tindakan irasional, ekletik, dan pluralitas (Hadi: 2005). Para pemimpin dan aktivis menggunakan platform seperti Twitter dan Facebook untuk berkomunikasi langsung dengan publik global, mengubah dinamika konflik. Oleh karena itu, pemahaman linguistik sangat penting dalam mengurai naratif-naratif yang berkembang di media sosial selama taufan ini.

4. Retorika dalam Pidato Pemimpin

Pidato pemimpin dan tokoh politik memiliki peran yang signifikan dalam menggambarkan konflik seperti Taufan Al-Aqsha. Retorika yang digunakan oleh pemimpin Israel dan Palestina mempengaruhi cara peristiwa ini dipersepsikan di tingkat internasional. Misalnya, pemimpin Palestina Mahmoud Abbas dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggunakan bahasa dan retorika yang berbeda dalam pidato-pidato mereka. Ini mencerminkan pandangan politik mereka dan upaya untuk mempengaruhi opini publik.

5. Bahasa dalam Diplomasi dan Perundingan

Diplomasi bahasa adalah suatu metode atau pendekatan yang direncanakan secara terstruktur untuk meningkatkan dan merawat perkembangan bahasa, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Ketika digunakan secara internal, diplomasi bahasa bertujuan untuk mendukung dan memelihara perkembangan bahasa sebagai elemen integral dari kekayaan budaya. Sementara dalam konteks eksternal, diplomasi bahasa digunakan untuk memperluas dan memperkuat hubungan regional, nasional, serta antar negara. Bahasa juga memainkan peran dalam proses diplomasi dan perundingan yang terkait dengan konflik Al-Aqsha. Dalam perundingan seperti Perjanjian Oslo, pemilihan kata dan terminologi sangat penting untuk mencapai kesepakatan. Misalnya, masalah status Yerusalem dan situs-situs suci menjadi subjek perdebatan, dan bahasa yang digunakan dalam perjanjian harus mencerminkan kompromi yang sensitif. 

6. Bahasa sebagai Alat Identitas

Bahasa sebagai identitas manusia karena bahasa sangat berperan dalam pembentukan jati diri manusia. Bahasa berperan utama dan penting dalam membangun identitas manusia karena bahasa membangun sistem arti dalam kehidupan manusia. Seseorang dikenali dari bahasa yang digunakannya, dari kelompok, suku atau bangsa mana seseorang berasal. Bahasa sebagai identitas bukanlah sebuah fungsi yang tercipta secara spontan, namun ada hal yang melatarbelakangi fungsi bahasa sebagai identitas. (Sri Utami: 2014)
Bahasa juga merupakan alat penting dalam membentuk identitas individu dan kelompok. Bahasa Ibrani dan Arab adalah bahasa utama yang mendefinisikan identitas orang-orang di wilayah tersebut. Dalam konflik seperti Al-Aqsha, bahasa menjadi simbol identitas dan solidaritas dengan kelompok tertentu. Ini juga menciptakan perasaan keterikatan yang kuat dengan sejarah dan budaya mereka

7. Bahasa dan Konflik Budaya

Bahasa itu sendiri bukanlah sumber konflik, baik dalam masyarakat monolingual maupun multilingual. Dominasi kelompok tertentu dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik sehingga menimbulkan ketidakpuasan pada kelompok lain merupakan pemicu konflik, yang dapat dipertegas melalui konflik bahasa (Katubi:2010). Konflik seperti Taufan Al-Aqsha sering kali memiliki dimensi budaya yang kuat. Bahasa adalah aspek sentral dalam budaya dan sering kali digunakan sebagai alat untuk mempertahankan atau memperjuangkan hak-hak budaya. Misalnya, lagu-lagu dan puisi dalam bahasa Arab dan Ibrani sering digunakan untuk mengungkapkan identitas budaya dan solidaritas dengan konflik ini.

Penggunaan kata “Thufan” dalam konteks serangan ke Israel dan pesan yang ingin disampaikan dalam tulisan memiliki makna simbolis yang kuat. Pesan yang ingin disampaikan tampaknya adalah bahwa serangan tersebut memiliki dampak yang lebih dalam daripada hanya kerusakan fisik yang disebabkan oleh bom. Ini mencoba untuk menggambarkan bahwa suara ledakan bom adalah simbol perlawanan dan perjuangan yang lebih besar daripada sekadar kekuatan militer. Dengan demikian, pesan tersebut juga menekankan bahwa efek serangan tersebut dirasakan tidak hanya oleh mereka yang berada di sekitar wilayah konflik, tetapi juga oleh seluruh dunia. Nagasaki dan Hiroshima adalah dua contoh penting dari penggunaan senjata nuklir dalam sejarah yang meninggalkan bekas lama dan berdampak global, dan tulisan tersebut mencoba untuk menunjukkan bahwa pesan dari serangan ini akan memiliki dampak serupa dalam sejarah.
Dalam analisis linguistik Taufan Al-Aqsha, kita melihat bahwa bahasa memainkan peran penting dalam memahami, merespon, dan membentuk peristiwa ini. Bahasa digunakan sebagai alat propaganda, dalam media sosial, dalam retorika pemimpin, dalam diplomasi, dan sebagai simbol identitas dan budaya. Perbedaan dalam penggunaan bahasa, terjemahan yang tepat, dan pemahaman retorika penting dalam mengeksplorasi kompleksitas konflik ini. Metafora dalam bahasa adalah cara kuat untuk menyampaikan makna dan konsep yang kompleks. Dalam konteks politik dan agama, penggunaan metafora memiliki dampak besar karena mereka dapat membentuk pemikiran, persepsi, dan pandangan dunia individu.

Metafora politik dan agama linguistik merujuk pada penggunaan bahasa dan retorika politik yang melibatkan metafora untuk mempengaruhi persepsi dan pemahaman publik tentang isu-isu politik. Metafora adalah alat penting dalam komunikasi politik karena mereka dapat merangkul emosi, menciptakan citra mental yang kuat, dan membentuk pemikiran publik. Analisis linguistik membantu kita lebih memahami dampak bahasa dalam konflik, memungkinkan kita untuk lebih kritis dalam mengevaluasi naratif dan pemahaman yang ada. 

Kemudian makna Al Aqsha الأقصى Al-Aqsa adalah istilah yang merujuk kepada Masjid Al-Aqsa (Bahasa Arab: المسجد الأقصى‎, al-Masjid al-Aqsa), yang merupakan salah satu situs suci dalam agama Islam. Masjid Al-Aqsa terletak di Kota Lama Yerusalem dan adalah salah satu dari tiga situs yang paling suci dalam Islam, yang lainnya adalah Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Makna dan pentingnya Al-Aqsa dalam Islam adalah sebagai berikut:

Tempat Suci: Al-Aqsa adalah salah satu tempat suci yang paling penting dalam Islam. Itu adalah tempat di mana Nabi Muhammad (SAW) melakukan Isra dan Mi’raj, pengalaman spiritual yang penting dalam sejarah Islam. Al-Aqsa adalah tempat yang diberkahi dan suci bagi umat Islam.

Hubungan dengan Baitullah: Masjid Al-Aqsa terletak di sekitar area yang juga mencakup Kubah Batu (Dome of the Rock) yang merupakan bagian dari Al-Haram al-Sharif (The Noble Sanctuary). Ini adalah situs tempat terdapat Batu Hajar Aswad, yang juga merupakan salah satu elemen penting dalam Masjidil Haram di Makkah. Oleh karena itu, ada hubungan simbolis antara Al-Aqsa dan Baitullah di Makkah dalam ajaran Islam.

Sejarah dan Kepemilikan: Al-Aqsa dan wilayah sekitarnya di Kota Lama Yerusalem adalah wilayah yang telah lama menjadi pusat konflik politik dan agama. Ini adalah tempat suci bagi umat Islam, tetapi juga memiliki makna penting dalam agama-agama lain, seperti Yudaisme dan Kristen. Oleh karena itu, wilayah ini telah menjadi sumber konflik dan ketegangan selama bertahun-tahun.

Anda juga menyoroti bahwa serangan Israel terus berlangsung sepanjang tahun, yang merupakan fakta yang sering kali dilupakan oleh banyak orang. Ini mungkin dimaksudkan untuk mengingatkan pembaca bahwa konflik ini berlanjut dan memengaruhi banyak orang di wilayah tersebut.

Namun, penting untuk diingat bahwa isu konflik Israel-Palestina adalah topik yang sangat kontroversial dan kompleks, dengan banyak sudut pandang yang berbeda. Banyak orang memiliki pendapat yang berbeda tentang siapa yang benar dan salah dalam konflik ini, dan upaya untuk memahami isu ini harus mempertimbangkan berbagai perspektif.

Penggunaan metafora dalam politik dan agama adalah alat yang kuat untuk berkomunikasi dengan audiens dan mempengaruhi pandangan dan tindakan mereka. Namun, penting untuk diingat bahwa metafora bisa memiliki dampak emosional yang kuat dan dapat dipahami secara berbeda oleh individu. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis metafora ini secara kritis dan memahami cara mereka dapat memengaruhi pemikiran dan tindakan manusia.

Penting untuk diingat bahwa isu Al-Aqsa adalah salah satu isu yang sangat sensitif dan kontroversial dalam konteks konflik Israel-Palestina dan memiliki implikasi politik yang luas. Beberapa pihak mungkin melihatnya sebagai simbol penting dari hak dan klaim sejarah mereka atas wilayah tersebut, sementara yang lain menganggapnya sebagai bagian integral dari konflik yang lebih besar antara Israel dan Palestina.

Oleh: Mamdukh Budiman
Dosen Bahasa Arab, Kajian Timur Tengah dan Studi Islam
Unimus

Editor : Iman Nurhayanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut