SEMARANG, iNewsJatenginfo.id - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) memperingati ulang tahun yang ke - 25 tepat pada tanggal 9 Agustus 2023 dengan tema Menumbuhkan Jurnalisme Positif, Merawat Kemerdekaan Pers. Pada momen yang istimewa ini, IJTI Pengurus Daerah Jawa Tengah menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertemakan "Jurnalisme Positif Menuju Pemilu Damai 2024" di Kafe HOC, Kota Semarang, Selasa (22/8).
Hadir sebagai narasumber diskusi Wijayanto, Ph.D pengajar Politik Digital dan Demokrasi di Universitas Diponegoro Semarang, Wakil Ketua Komisi A DPRD Jateng Fuad Hidayat, M.Si., Ketua IJTI Pengda Jateng Dr. Teguh Hadi Prayitno. Turut hadir Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jateng Sulistyo Yuli Utomo, S.Sos, MM, Jurnalis dan Wartawan cetak maupun online, serta Mahasiswa.
Dalam sambutannya Badan Kesbangpol Jateng mengapresiasi kegiatan ini, IJTI menjadi salah satu media dalam mengawal dan melakukan sosialisasi pemilu damai.
"Melalui kegiatan jurnalisme yang berkualitas dalam menyuarakan pemilu damai, maka insyaAllah pemilu akan berjalan dengan lancar. Saya berharap terkait pemberitaan, rekan - rekan media aktif dan terus kawal baik pemilu maupun pilkada," terang Sulis, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Jateng.
Ketua IJTI Jateng, Teguh Hadi Prayitno dalam kesempatan ini menyampaikan implementasi jurnalisme positif di lapangan.
"Jurnalisme positif ini sebenarnya sesuatu yang biasa, hanya mengikuti kaidah atau tidak melanggar kode etik jurnalistik. Tetapi jurnalisme positif ini sebagai lawan adanya jurnalisme negatif. Kalau pada masa lalu bad news is good news, berita buruk adalah berita baik. Jadi, terkadang bukan karena tidak mau meliput, tetapi memang kebijakan dari newsroom nya. Kemudian dikembangkan lagi menjadi good news is good news, berita baik adalah berita," jelas Teguh.
"Jadi bagaimana jurnalisme positif itu bukan hanya objektif dan menjunjung tinggi kemanusiaan, tetapi juga membangun optimisme. Dalam konteks pemilu, berbagai masalah terkait terjadinya pelanggaran dan sebagainya semestinya cukup selesai di pelaku. Tetapi kadangkala masih dikulik sedalam - dalamnya hingga keluarganya. Itu yang akan menciderai rasa kemanusiaan," tegasnya.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Jateng Fuad Hidayat menuturkan bagaimana wawasan kebangsaan dalam perspektif pencegahan dan penangangan konflik politik di masyarakat.
"DPRD Provinsi Jateng berharap tahun 2019 kemarin merupakan puncak dari buruknya penyebaran berita hoaks, yang pelakunya kebanyakan dari pengguna media sosial. Kami merasa keberadaan media mainstream sangat penting untuk membangun kembali komunikasi publik yang selama ini lebih berbasis pada media sosial. Karena memang media mainstream ini jauh lebih bisa di pertanggungjawabkan dan lebih sehat," ujar Fuad.
"Berkaitan dengan konflik sosial dan politik, Jateng relatif stabil. Komisi A DPRD Jateng sedang menginisiasi Perda tentang penanganan konflik yang merupakan turunan dari UU No. 7 Tahun 2012. Kami mendorong Perda yang disusun di Jateng ini nanti ada lampiran Perbup yang tersusun secara metodologis dan secara akademis sehingga ada road map penangan konflik di Jateng. Kami mohon rekan-rekan media dan perguruan tinggi bisa berdiskusi bersama perihal itu," katanya.
Wijayanto, Juga Direktur Pusat Media dan Demokrasi di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES) menyampaikan perihal jurnalisme damai di tengah gempuran propaganda buzzer politik.
"Informasi yang benar dalam negara yang demokratis itu laksana oksigen buat demokrasi, sedangkan informasi yang salah bagaikan karbon dioksida atau bahkan gas beracun untuk demokrasi. Karena dalam suatu negara demokrasi, warga negara menganut pilihan politik berdasarkan informasi yang mereka terima, sementara informasi saat ini lebih sering didapat melalui ruang publik yakni internet," jelasnya.
"Ditengah polarisasi politik yang nyata, jurnalisme positif sangat penting. Jangan sampai media ikut terpolarisasi. Reporter membuat pilihan mengenai apa yang akan dilaporkan dan bagaimana melaporkannya yang menciptakan kesempatan pada masyarakat luas untuk mempertimbangkan dan menilai tanggapan non kekerasan terhadap konflik. Jadi kalau media ikut-ikutan menggunakan kata-kata yang biasanya digunakan buzzer tanpa sadar media melestarikan budaya kekerasan verbal," tambahnya.
"Ada 7 karakteristik jurnalisme damai. Pertama, memandang pertikaian maupun konflik sebagai masalah yang harus segera diatasi, kemudian pemberitaan nya harus selalu mencari tau asal usul konflik dan penyelesaiannnya, didasarkan pada pendekatan penanganan, melihat kejadian dengan lebih luas, seimbang, dan akurat, pemilihan judul, diksi, konten berita tidak menimbulkan konflik dan ambigu, isi konten berita tidak menyembunnyikan fakta," pungkasnya.
Sebagai informasi pada tanggal 27 dan 28 Agustus akan diadakan kegiatan puncak acara diskusi IJTI di Universitas Muria Kudus. Serta IJTI Bersholawat di bulan September.
Editor : Iman Nurhayanto