Dalam pendidikan, keberlangsungan kebiasaan yang berlaku menjadi pelengkap pelajaran pendidikan itu sendiri. Kehadirannya tak bisa di pungkiri dan pengaruhnya memberikan sedikitnya paling tidak afirmasi berupa positif atau sebaliknya dalam penyelenggaraan pendidikan ini sendiri. Selain metode, kapasitas dan sumber daya, kebiasaan yang berlangsung dalam proses - proses pendidikan ini adalah segmentasi penyempurna pendidikan, darinya, apa yang terjalin menjadi kebiasaan akan menunjang penuh pendidikan yang berlangsung mampu tepat sasaran. Hal sebaliknya sudah mesti bakal terjadi, jika kebiasaan yang ada dalam penyelenggaraan pendidikan kurang positif justru akan mempersulit pendidikan mencapai ruang akhirnya yang konstruktif, betapa saking pentingnya pembangunan kebiasaan ini disayangkan betul kalau tidak dimasukkan dalam orientasi penyelenggaraan pendidikan secara mendasar.
Dalam istilah lain misalnya yang hendak menjadi bahan gagasan saya ini adalah mengenai pembangunan budaya positif dalam pendidikan, bahwa di dalam ruang - ruang pendidikan, yang patut di bangun adalah bukan hanya metode dan cara kerja yang baik juga, bukan hanya pada hatamnya buku - buku panduan pembelajaran dan nilai akhir yang tertinggi belaka. Sebab dalam konteks yang jauh lebih luas, pendidikan ini pada intinya kan bakal meluluskan setiap peserta didik untuk menjalani kehidupan yang nyata di lapangan, dan dengan menambah konsentrasi pada pembangunan budaya positif, mereka yang melangsungkan pendidikan ini setelah lulus nanti mampu mengadopsinya dalam kehidupan sehari-hari. Lingkupnya pun bakal beragam, tergantung dari pada setiap individu atau kolektifnya, paling utama adalah esensi pendidikan bukan hanya sekedar paham muatan materi, tapi juga adalah peka terhadap aktivitas kehidupan dengan segala dinamikanya.
Tanpa berniat mengatakan praktik pendidikan kita selama ini belum berjalan baik, saya pikir pendidikan kita ini masih saja banyak berkutat pada tatanan teori belaka dan selesainya formalistas pendidikan. Masih saja belum mampu membangun budaya positif dalam pendidikan, buktinya apa, persoalan semacam minimnya kualitas dan kapasitas kualifikasi lulusan kita kadangkala jadi cermin yang harus dilihat. Gambar pantulan yang ada adalah banyaknya lulusan kita yang akhirnya gagap dalam menjawab dinamika sosial yang ada, alih-alih mampu menebarkan manfaat atas hasil pendidikan dengan budaya yang positif, malah memenuhi kebutuhan atas dasar pragmatisme saja kita kurang. Dalam hal ini tentu reformulasi pendidikan dan pembangunan budaya positif itu menjadi hal harus dilakukan.
Editor : Iman Nurhayanto