SEMARANG, iNewsJatenginfo.id - Setiap penemuan kemajuan teknologi pastilah melewati suatu proses, tak terkecuali “Lie Detector”. Untuk itu topik diskusi mengenai kilas balik ditemukannya alat ini sangat menarik diketahui.
Secara etimologis, Lie Detector bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia yaitu suatu mesin atau alat pendeteksi kebohongan. Istilah ini berasal dari bahasa Inggris “Lie” artinya kebohongan, sedangkan “Detector” artinya pendeteksi.
Cukup sulit untuk mengetahui apakah orang berbohong dan menyembunyikan sesuatu atau sebaliknya, jujur mengatakan hal yang sebenarnya. Dibutuhkan peran psikolog yang mendalam untuk bisa mengetahuinya.
Alhasil, solusinya dengan memakai bantuan lie detector, alat yang dibekali kemampuan mendeteksi apakah seseorang berkata jujur atau berbohong.
Masyarakat masih meragukan keakuratan Lie Detector untuk mendeteksi kebohongan manusia, dan muncul pertanyaan bagaimana sejarah dibalik penemuan meode ini?
Riwayat atau kilas balik penemuan Lie Detector akan dibahas pada artikel di bawah ini, mengutip sumber Okezone.com
Mulanya, penemuan Lie Detector dari kisah sederhana warga India yang menjadi cikal bakal ditemukannya metode ini. Sejarah Lie Detector tidak lepas dari penemuan poligraf.
Dahulu, warga India akan memasukkan sebutir nasi ke mulut orang yang menjadi tersangka. Kita bisa mengetahui kejujuran tersangka apabila dia memuntahkan nasi. Sebaliknya, jika dia berbohong, sebutir nasi akan ditelan karena ketakutan dan membuat tenggorokan kering. Dari sini, kebohongannya terbukti.
Kilas Balik Lie Detector dan Poligraf
Penemu poligraf telah berkontribusi dan menyumbang perubahan besar untuk kemajuan teknologi di bidang forensik dunia. Poligraf ditemukan pada tahun 1821 di Berkeley, California.
Konsep kerja Lie Detector didasarkan pada tes tekanan darah sistolik yang dikembangkan oleh psikolog Harvard, William Moulton Marston, yang selanjutnya dikenal dengan mesin poligraf.
Menurut Marston, perubahan tekanan darah menjadi indikasi seseorang apakah berbohong menyembunyikan sesuatu atau sebaliknya, ia jujur berkata yang sebenarnya. Hal ini menjadi sistem kerja alat pendeteksi kebohongan.
Sementara, poligraf modern tak hanya mengukur tekanan darah namun mengukur perubahan fisik, misalnya denyut nadi dan pernafasan.(Mg/Shinta)
Editor : Iman Nurhayanto