Saya menyaksikan bagaimana peserta muktamar berinteraksi secara tulus dan elegan tanpa melihat pangkat dan jabatan di luar persyarikatan/pemerintahan. Seorang peserta bergelar Profesor Doktor bisa berbincang santai atau menjadi makmum shalat fardhu--tatkala ishoma--dengan imam seorang peserta dari Pimpinan Cabang yang hanya lulusan SLTA.
2. Bermusyawarah secara damai, berakhlak dan tertib. Musyawirin bisa menerima LPJ PP Muhammadiyah 2015-2022, dan menghasilkan Risalah Islam Berkemajuan, Proker 2022-2027, Rekomendasi internal dan eksternal.
Jika ada sedikit catatan dan sumbang saran atau saran sumbang dari peserta/peninjau muktamar, lebih pada catatan ringan beberapa kesalahan yang bersifat _"ma'fu"_ (dimaklumi, dimaafkan). Dan kalaupun ada masukan yang bersifat substansif dan strategis dimasukkan menjadi pointer rekomendasi internal sebagai pengingat pimpinan agar jalannya persyarikatannke depan menjadi lebih baik.
3. Terpilihnya Pimpinan Pusat Muhammadiyah (13 orang) masa khidmat 2022-2027. Nyaris tidak ada issue "Sinten dan Pinten" (siapa dan berapa) dalam proses pemilihan yang menggunakan e-voting. Sebuah pembelajaran "Demokrasi Pancasila" yang jujur, adil, beradab, berdasarkan musyawarah yang penuh hikmah dan berkeadilan sosial.
Pemungutan suara dengan cara E-voting setidaknya memberi inspirasi bagi penyelenggara pemilu di Indonesia, bahwa ke depan pemilu yang efektif, efisien dan berwawasan lingkungan patut diterapkan. Semua kembali kepada niat baik (political will) segenap penyelenggara dan peserta pemilu (parpol dan caleg perseorangan/DPD).
Penyelenggaraan E-voting menuntut sistem pemilu dan teknologi informasi yang mendukung. Selain itu menuntut SDM Penyelenggara dan Peserta Pemilu yang berintegritas unggul : jujur, adil, amanah, bertanggungjawab, pranoto (taat aturan), prasojo (hidup sederhana), prayogo (berbuat yang terbaik), prasetyo (setia dengan profesi yang diemban) dan prayitno (hati-hati dalam bertindak).
Editor : Iman Nurhayanto