Oli yang sudah siap kirim dimuat dalam mobil boks tertutup, bercover mobil angkutan roti dan garam. Harga jualnya lebih murah dari pada harga standar.
“Harga oli palsu merek Yamalube kemasan botol delapan ratus mili dan satu dusnya berisi 24 botol yaitu Rp600 ribu. Kalau harga aslinya Rp1.080.000. Jadi ada selisihnya cukup banyak,” lanjut Dirreskrimsus.
Omzet pabrik oli palsu itu Rp30 juta per hari atau sekira Rp900 juta per bulan. Dua tahun ini sudah dapat keuntungan Rp23 miliar.
“Keuntungannya sangat besar sekali,” ujarnya.
Polisi mengamankan sejumlah barang bukti dari kasus ini, di antaranya 6 mobil boks sebagai alat angkutan, mesin pencetak label, 6 tandon penampungan oli, 50 drum kosong bekas oli curah, 222 dus botol kosong, 104 ikat kardus, 2000 karung plastik berisi tutup botol, dan hampir 7000 botol oli hasil pelanggaran merek.
Tersangka AM mengaku bisa memproduksi oli palsu belajar dari YouTube. “Pemesanannya online, konsumen (distributor) tahu kalau itu palsu,” kata tersangka AM.
Menurut Kepala Subdirektorat I/Indagsi Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah AKBP Rasyid Hartanto, secara kasat mata untuk mengetahui oli palsu dan asli bisa dari tutupnya.
“Yang asli tutupnya lebih rapi dibanding yang palsu. Plastiknya tidak solid, tidak rapi, yang palsu warnanya buram. Kalau yang Yamalube asli tutup warna hitam, yang palsu warnanya emas,” kata Rasyid.
Pihaknya sendiri akan menunggu hasil laboratorium lanjutan untuk pengecekan lebih lanjut. Termasuk berkoordinasi dengan produsen asli termasuk pemegang mereknya.
Editor : Iman Nurhayanto