Nama Mas Karebet konon berasal dari pertunjukkan wayang beber yang mengiringi pesta kelahirannya (1549). Suara beber wayang yang kemrebet akibat tiupan angin, menjadi asal-usul nama Karebet.
Sejak Kebo Kenanga meninggal dunia akibat berseteru dengan Sunan Kudus, Joko Tingkir yang masih bayi diasuh oleh Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Ngerang dan Ki Ageng Butuh. Ketiganya merupakan sahabat seperguruan mendiang ayahnya. Dari situlah nama Joko Tingkir berasal.
Sejak diasuh Ki Ageng Tingkir, Mas Karebet lebih dikenal dengan nama Joko Tingkir. Sebagai putra Kebo Kenanga yang menikah dengan Nyi Ageng Pengging, di dalam tubuh Joko Tingkir mengalir darah penguasa Majapahit.
Berbagai sumber menyebut, Kebo Kenongo, ayah Joko Tingkir merupakan putra Raja Andayaningrat atau Jaka Sengara, penguasa Pengging yang berjuluk raja buaya.
Pernikahan Andayaningrat dengan putri Pambayun Raja Brawijaya (Raja Majapahit) melahirkan putra yang diberi nama Kebo Kenanga. Sumber sejarah lain menyebut Kebo Kenanga memiliki saudara tua laki-laki yang bernama Kebo Kanigoro.
Konon Kebo Kanigoro kemudian moksa setelah bertapa di sekitar kawah Gunung Merapi.
Joko Tingkir kemudian menjadi menantu Trenggana, Sultan Demak (1505-1513 dan 1521-1546). Dari pernikahannya dengan Ratu Mas Cempaka, ia dikaruniai seorang putra bernama Pangeran Benowo atau Pangeran Benawa.
Kesuksesan karier politik Joko Tingkir dimulai dari perseteruannya dengan Adipati Jipang Panolan (sekarang Cepu Blora), Aryo Penangsang atau Arya Penangsang. Dibantu Ki Ageng Pemanahan, Juru Mertani, Ki Panjawi dan Danang Sutawijaya, Joko Tingkir berhasil menghabisi Arya Penangsang.
Sejak tumpasnya Arya Penangsang, Joko Tingkir muncul sebagai Raja Pajang, yang kekuasaanya menggantikan Kesultanan Demak. Dalam buku Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI, peneliti asing H.J de Graaf dan Th.G.Th. Pigeaud menyebut, dengan berakhirnya keluarga raja Demak cabang Jipang, mulailah Pajang memegang kekuasaan tunggal.
“Maka berdirilah kerajaan pedalaman yang pertama di Jawa Tengah sebelah selatan, yang kemudian berkembang menjadi kekuatan politik besar selama berabad-abad”. Sejak munculnya Kerajaan Pajang, pusat kekuasaan politik Jawa yang sebelumnya di wilayah pesisir Demak dan Surabaya, bergeser ke pedalaman.
Dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, Peralihan dari Majapahit ke Mataram, disebutkan bahwa pada tahun 1581 Sultan Hadiwijaya mendapatkan pengakuan kekuasaan sebagai raja Islam dan Sultan dari raja-raja terpenting di Jawa Timur dan pesisir sebelah timur.
Kekuasaan Joko Tingkir atau Raja Hadiwijaya di Kerajaan Pajang mulai pudar seiring berkembangnya kekuasaan Ki Ageng Pemanahan dan putranya yang bernama Danang Sutawijaya di kawasan hutan mentaok, Mataram.
Editor : Iman Nurhayanto