get app
inews
Aa Read Next : Korban Tewas Bertambah Jadi 2 Orang Insiden dari Tembok Roboh di Purwokerto

Ekstremisme Tak Hanya Soal Agama, Tetapi Juga Politik dan Budaya

Sabtu, 02 Juli 2022 | 15:20 WIB
header img
Seminar di Kampus UMP Banyumas. Foto: Ist

PURWOKERTO, iNewsJatenginfo.id - Masalah ekstremisme menjadi persoalan umat manusia dewasa ini. Ekstremisme tidak hanya berkelindan dengan persoalan agama semata. Tetapi juga pada persoalan politik, budaya, dan pelbagai ideologi-ideologi yang lainnya. 

Demikian disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr H Abdul Mu’ti, MEd hadir secara daring dalam acara Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah  ‘Aisyiyah secara daring. Seminar tersebut diselenggarakan oleh Fakultas Agama Islam Universitas Muhamadiyah Purwokerto, FAI UMP bekerjasama dengan Litbang Kementrian Agama menyelenggaran seminar pra Muktamar Muhadiyah ke 48 bertema “Moderasi Beragama dalam Perspektif Dakwah” pada Jumat, (1/7).

Menurutnya, ketika dunia ini bergerak secara sangat cepat mendorong multikulturalisme, mendorong pluralisme, dan berbagai upaya agar masyarakat dunia itu lebih rukun. “Kita melihat di sisi lain yang merupakan paradoks dari berbagai ikhtiar itu,”jelasnya.

Dalam konteks yang bersifat local, nasional, dan internasional ada keterkaitan yang menyangkut masalah fobia terhadap kelompok atau agama tertentu. 

Akar ekstrimisme jua terjadi pada ruang lingkup budaya dengan ditandai munculnya rasisme atau munculnya fasisme yang hingga detik sekarang ini masih eksis dalam kehidupan masyarakat era modern.

“Berbagai kelompok yang mereka juga secara ekstrim menyuarakan ideologi-ideologi tertentu bisa juga kita sebut secara ekstrim. Misalnya kelompok-kelompok yang mendorong liberalisme secara berlebihan, itu juga menurut saya termasuk kategori ekstrim. Karena ekstrimisme itu sebenarnya akarnya adalah sikap berlebih-lebihan yang berkaitan dengan pandangan tertentu atau perilaku tertentu,”ujarnya 

Moderasi beragama, lanjutnya pada awalnya digagas dan dikembangkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia pada masa Menteri Dr Lukman Hakim Saifuddin. Masa itu karena terjadi konsen terhadap berbagai hal yang terjadi di Indonesia yang sebagiannya bermuara pada agama.

“Istilah moderatisme itu dipilih di antara istilah yang selama sekian lama menjadi diskursus di ruang public Ketika orang bicara mengenai radikalisme dan deradikalisasi. Yang sejak awal Muhammadiyah menyampaikan ketidaksetujuannya dengan dua istilah itu, karena persoalan yang berkaitan dengan problem definision, dan juga persoalan yang berkaitan dengan bagaimana kemudian Ketika itu dilakukan sebagai sebuah gerakan dan pengambilan kebijakan,”jelas dia.

Sementara Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Imam Syafei mengatakan, Indonesia merupakan negara yang bermasyarakat religius dan mejemuk. Meski bukan negara agama, masyarakat lekat dengan kehidupan beragama dan kemerdekaan beragama dijamin oleh konstitusi. 

Menjaga keseimbangan antara hak beragama dan dan komitmen kebangsaan menjadi tantangan bagi setiap warga negara. “Terdapat tiga tantangan dalam mewujudkan moderasi beragama ini. Pertama, berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak. Kedua, berkembangnya cara pandangan, sikap, dan praktik beragama yang berlebihan atau ekstrem. Dan ketiga, berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI,”katanya.

Syafei mengatakan bahwa dalam menghadapi ketiga tantangan di atas, maka dibutuhkan beberapa langkah. Seperti memperkuat esensi ajaran agama dalam kehidupan masyarakat, mengelola tafsir keagamaan dengan mencerdaskan kehidupan keberagamaan, dan merawat keindonesiaan.

Moderasi beragama merupakan perekat antara semangat beragama dan komitmen berbangsa. Di Indonesia, beragama pada hakikatnya adalah berindonesia dan berindonesia itu pada hakikatnya adalah beragama.

Moderasi beragama menjadi sarana mewujudkan kemaslahatan kehidupan beragama dan berbangsa yang harmonis, damai, dan toleran sehingga Indonesia maju. Moderasi beragama juga sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.

Sementara Wakil Rektor III UMP Ahmad Darmawan mengatakan radikalisme dan ekstrimis biasanya ditujukan pada salah satu agama tertentu saja. Padahal, moderasi untuk semua umat beragama supaya tidak mengarah ke ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. “Sehingga Ahmad Darmawan memandang perlu dalam prespektif dakwah harus menguatkan agamanya, di jamaahnya masing-masing, baik secara akidah maupun akhlak dan perilaku, supaya tidak menyalahkan yang lain,”tegasnya. 

Editor : Iman Nurhayanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut