Konsep Fase dalam Kurikulum Merdeka Belajar adalah pendekatan pendidikan yang mengedepankan kebebasan setiap peserta didik untuk mengatur sendiri pilihan belajarnya. Pendidik memiliki peran sebagai motivator peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dan keahlian mereka tanpa adanya paksaan. Penggunaan sistem fase pembelajaran ini di sesuaikan dengan fase perkembangan anak secara psikologis dan tentu sesuai dengan capaian pembelajaran. Pada tulisan ini, akan memperkenalkan fase yang ada di tingkat sekolah dasar.
Pembelajaran dengan fase dapat kita lihat pada Struktur Kurikulum Merdeka di sekolah dasar diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 56/M/2022 Tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Belajar Pengembangan & Pembelajaran, (2022) yang terbagi menjadi 3 fase, yakni: fase A untuk siswa kelas I dan 2; fase B untuk siswa kelas 3 dan 4; fase C untuk siswa kelas 5 dan 6. Dengan mengikuti fase dalam proses pembelajaran tentu akan memudahkan pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran dan tujuan pembelajaran akan dapat tercapai.
Pembelajaran Berdiferensiasi
Mengacu pada prinsip pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered) (Baeten, dkk; 2010), maka Kurikulum Merdeka menekankan bahwa proses belajar harus mengutamakan kemajuan belajar peserta didik. Prinsip pembelajaran berpusat pada siswa memberikan dasar pemahaman bahwa pembelajaran harus melayani kebutuhan peserta didik dan semestinya pembelajaran disesuaikan dengan kondisi peserta didik. Inilah yang disebut sebagai pembelajaran berdiferensiasi.
Menurit Fitri Devi Kurnia (2022), pembelajaran berdiferensiasi merupakan seperangkat kegiatan pembelajaran yang memeperhatikan kebutuhan belajar murid, oleh karena itu esensi dari pembelajaran berdiferensiasi sejalan dengan aliran progresivisme. Herwina Wiwin (2021) juga menyatakan bahwa pembelajaran berdiferensiasi merupakan usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas guna memenuhi kebutuhan belajar setiap individu. Berdasarkan kedua pernyataan tersebut maka jelas bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memerhatikan kebutuhan peserta didik.
Pembelajaran berdiferensiasi itu bukan berarti guru harus mengelompokkan murid yang pintar dengan yang pintar atau sebaliknya. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Namun, pembelajaran berdiferensiasi merupakan penyesuaian terhadap minat, profil belajar, kesiapan belajar siswa agar tercapai peningkatan hasil belajar. Oleh karena itu, melalui kegiatan pembelajaran berdiferensiasi, semua kebutuhan mereka terakomodir sesuai minat atau profil belajar yang mereka miliki.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait