Banyaknya permintaan pasar mancanegara akan produk spirulina itu mendorong Albitec buat menjalin kemitraan dengan masyarakat. Komunikasi dan pembinaan dilakukan dengan masyarakat desa dari Kabupaten Kudus di Jawa Tengah, hingga Kabupaten Blitar di Jawa Timur.
"Sistemnya setengah tahun pendampingan untuk teknik kultivasi. Baru mereka bisa setor ke kita. Sekarang memang belum ada, tapi proyeksinya setiap galon menghasilkan 50 gram. Dikali mereka punya berapa. Di Kudus, mereka sekarang punya 62 galon, sekitar 3 kilogram sekian," jelas Sifa.
Albitec juga terus berupaya untuk menjalin kerja sama yang inklusif dengan masyarakat luas. Mikroalga yang diperkenalkan pun dipersilakan untuk dimanfaatkan masyarakat secara luas.
"Tidak harus disetor ke Albitec, mau dikembangkan buat suplemen pakan lele, dikonsumsi sendiri, tidak masalah. Bahkan ada yang sudah bereksperimen dengan nutrisinya. Mereka yang mengajari kami," terang Sifa.
Keterbukaan itu menjadi bagian dari kredo yang dipegang teguh Albitec. Sifa mengungkapkan bahwa bagi perusahaan rintisan itu, selain omzet, inovasi dan dampak ke masyarakat juga sangat penting buat dikejar.
"Ada metric impact di kami, katakanlah dampak Environmental, Social, dan Governance (ESG). Metriknya berapa, apakah kita sudah sampai mempengaruhi kebijakan, dan sebagainya. Ini masih sangat relevan [sebagai perusahaan]," jelasnya.
Kredo itu juga diwujudkan dengan membuka akses seluas-luasnya buat pelajar dan mahasiswa yang ingin menimba ilmu soal mikroalga. Sifa mengungkapkan, ada sekitar 10 pekerja yang disebutnya sebagai civitas. Kultur perusahaan dibangun lewat arahan pagi dan Scrum Meeting. Kultur perusahaan yang dinamis dan fleksibel itulah yang membuat banyak milenial tertarik dan ikut belajar di Albitec.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait