SEMARANG, iNewsJatenginfo.id – Beredar isu rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan pupuk subsidi dalam pendistribusian pada pertengahan tahun ini. Berbagai pertimbangan menjadi alasan pembatasan pupuk.
Pertimbangan pembatasan pupuk subsidi karena naiknya harga pupuk di pasar internasional sebagai dampak kondisi perang Rusia-Ukraina.
Isu mengenai pembatasan pupuk subsidi ini pun santer menjadi perbincangan di sejumlah kelompok petani. Meski terdapat pro dan kontra, menurut pemerintah rencana pembatasan pupuk subsidi merupakan sebuah langkah yang efektif.
Menanggapi hal tersebut, Pakar Ekonomi Pertanian Universitas Negeri Semarang (Unnes), Prof Sucihatiningsih Dian Wisika Prajanti mengatakan, rencana pembatasan pupuk harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai kondisi di lapangan, salah satunya mengenai ketergantungan petani terhadap pupuk subsidi.
"Pembatasan juga dapat membebani para petani yang sudah bergantung pada penggunaan pupuk, tentu tidak mudah diubah dalam waktu singkat," katanya, Kamis (2/6).
Jika memang ada kenaikan harga dari bahan dasar pupuk, lanjut dia, pemerintah mesti tetap berupaya untuk memenuhi penyaluran pupuk tersebut, meski dengan jumlah yang terbatas.
"Pada bahan baku pupuk dan dengan alokasi anggaran untuk subsidi pupuk dari APBN yang terbatas maka, memang implementasi (berbeda) pengaturan subsidi pupuk tersebut," katanya.
Menurut dia, dengan terdapatnya rencana pembatasan pupuk bersubsidi, diharapkan juga agar petani penerima pupuk tersebut benar-benar yang membutuhkan saja.
"Memang implementasi pengaturan subsidi pupuk ini dapat mengamankan penyaluran pupuk agar para petani tetap dapat menerima pupuk subsidi sebagaimana mestinya," ujar Gubur Besar Unnes ini. Di sisi lain, pembatasan juga sangat berpengaruh terhadap beban kebutuhan yang mesti dikeluarkan petani dalam masa tanam.
"Seperti misalnya penggunaan pupuk SP-3 dan pupuk organik untuk pupuk tambahan. Jika pupuk tersebut tidak disubsidi di tahun ini, maka petani harus mengeluarkan biaya tambahan yang tentu akan sangat membebani para petani, Selain itu, jika pembatasan pupuk bersubsidi dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan pupuk lebih parah," ujarnya.
Apabila hal ini terjadi, Prof Suci menyarankan pemerintah untuk menggenjot bantuan lain dalam bentuk program seperti kredit pertanian dengan bunga rendah, sehingga petani yang terbebani tadi dapat terbantu dalam menjalankan usaha tani.
"KUR pertanian dapat membantu petani untuk memperoleh modal dalam memulai usaha tani dan juga membantu petani untuk terhindar dari jeratan hutang rentenir yang dapat membebani para petani," katanya.
Selain itu, lanjut dia, ketersediaan jaringan irigasi yang lancar juga menjadi suatu hal yang vital bagi pertanian terutama pertanian lahan kering.
"Karena, tanpa adanya saluran irigasi yang baik, pertanian lahan kering akan sulit dalam menciptakan produktivitas yang tinggi. Infrastruktur jaringan irigasi yang baik perlu diusahakan untuk menghindarkan petani dari kelangkaan air," ujarnya.
Hal lainnya yang mesti pemerintah jalankan ialah mencari cara agar perlahan dapat mengurangi atau menghilangkan ketergantungan petani terhadap pupuk subsidi. Seperti misalnya membantu petani dalam menyediakan pupuk organik.
Sebagai informasi, Pemerintah akan segera melakukan pembatasan penyaluran pupuk subsidi. Rencana tersebut akan segera dilakukan pada Bulan Juli 2022.
Pembatasan pupuk subsidi akan dilakukan dengan hanya memberikan subsidi pada pupuk Urea dan NPK saja, pada tahun sebelumnya, pupuk yang disubsidi ada lima jenis yaitu Urea, NPK, SP-36, ZA, dan pupuk Organik.
Selain itu, pembatasan subsidi pupuk tidak hanya pada jenis pupuk, namun pemerintah juga hanya akan memberikan pupuk subsidi untuk komoditas tertentu yaitu padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, kakao dan tebu rakyat.
Komoditas tersebut merupakan komoditas bahan pangan pokok dan juga komoditas strategis yang memiliki dampak terhadap inflasi. Adapun total pupuk subsidi pada tahun 2022 adalah sekitar 9,55 juta ton.
Editor : Iman Nurhayanto