SEMARANG, iNewsJatenginfo.id - Siapa yang tidak mengenal warteg, sebuah rumah makan sederhana yang hampir ada di pelosok Indonesia. Menu makanan murah dan lengkap menjadi primadona hampir seluruh okalamhan berpenghasilan rendah.
Mengulik sejarah warteg hingga disebut Warung Tegal menarik untuk diulas. Warteg biasanya memiliki penampilan warung bercat biru. Lalu, aneka jenis menu masakan berjejer didalam sebuah etalase mulai dari sayur, lauk pauk seperti ikan, ayam, tempe, tahu, oseng-oseng, sambal dan lain sebagainya.
Warteg juga terkenal dengan menjajakan nasi ponggol, yaitu hidangan makanan nasi putih dengan lauk makanan sambal, tahu, dan tempe yang dibungkus dengan daun pisang.
Menu tersebut merupakan makanan khas Tegal yang sudah ada sejak lama dan turun temurun serta diperkirakan ada sejak setengah abad yang lalu. Nama warteg yang mengandung unsur nama kota yaitu Kota Tegal, warung ini banyak dipercaya jika orang Tegal lah yang pertama kali mendirikan bisnis ini.
Dihimpun INews.id dari berbagai sumber, konon warteg mulai muncul tahun 1960-an, dikala pengelolaan infrastruktur ibu kota berjalan pesat saat itu. Banyak warga Tegal yang datang merantau ke ibu kota untuk mencari pekerjaan sebagai kuli bangunan.
Di sela-sela waktu, para istri kuli yang sudah terlebih dulu memiliki usaha warung makan di Kota Tegal memanfaatkan waktu dan kesempatan bisnis yaitu dengan menyediakan layanan kuliner di lokasi proyek.
Mereka mampu menjual produk makanan rumah dengan porsi banyak namun murah di sekitar area proyek untuk para kuli bangunan. Hal ini kemudian menjadi satu stereotip warteg banyak dikenal publik hingga menjadi bisnis yang semakin menjamur di berbagai kota di Indonesia.
Biasanya, bisnis warung tegal ini dikelola oleh kelompok keluarga dengan sistem pengelolaan secara bergantian dan juga turun temurun. Ketika ayah dan ibu memiliki usaha satu warung tegal, maka dapat menular kepada anak-anaknya yang juga memiliki usaha warteg.
Mereka bahkan tergabung dalam Perhimpunan Kowarteg (Koperasi Warung Tegal) yang bertujuan untuk menjalin kerja sama dan membantu para anggotanya melalui wadah koperasi.
Bisnis warteg kian hari dipandang sebagai bisnis yang menjanjikan bagi mayoritas orang terutama para pekerja di ibu kota. Dengan gaji yang tidak seberapa untuk memenuhi biaya hidup yang terlampau tinggi, para pekerja biasanya mengambil kesempatan untuk membuka warung tegal di kawasan industri dan sekitar kampus.
Keberhasilan warteg tumbuh dan berkembang di Jakarta lantaran keberadaannya di lingkungan atau kawasan industri yang mayoritas merupakan buruh bangunan, buruh pabrik, tukang becak, dan sopir bus. Namun, kini warteg sudah menjadi alternatif pilihan makanan yang murah dan enak bagi para pekerja kantoran dan mahasiswa.
Berawal dari kenekatan orang-orang Tegal merantau ke ibukota serta kemampuan warga Tegal dalam memasak inilah akhirnya mulai banyak warteg-warteg yang tersebar di sudut Kota Jakarta. Sekitar tahun 1970-an eksistensi warteg kian berkembang seiring arus urbanisasi besar-besaran di Jakarta.
Kehadiran warteg mewarnai kehidupan pernak-pernik kota tanpa meninggalkan keaslian budaya orang Tegal yang tinggal di wilayah Pantura Jawa. Kemudian kemampuan ini mereka kembangkan dengan cara membuka warteg.
Menjamurnya warteg di pelosok Jakarta, bahkan hingga Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi telah menjadi brand image yang merakyat di mata banyak orang. Efeknya beberapa daerah tetangga Tegal seperti Brebes, Pemalang, Cirebon, dan Pekalongan akhirnya ikut- ikutan membuka usaha warteg di Jakarta.
Editor : Iman Nurhayanto