SOLO, iNewsJatenginfo.id - Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) didorong Ketua Komisi B DPRD Jawa Tengah Sumanto agar bisa bekerja secara kreatif dengan mengelola komoditas pangan di daerah.
Pasalnya sektor pangan berpotensi besar dapat dikembangkan dan dikonsumsi semuja orang. Aktifnya BUMDes juga dapat mendorong perekonomian di desa.
Dari banyak contoh BUMDes di Jateng, Sumanto melihat yang maju adalah BUMDes yang mengelola wisata. Dirinya mengkritik masih banyak BUMDes yang hanya sekedar memiliki papan nama.
"BUMDes ini muncul sejak lama, Undang-Undang mengatur, Perda mengatur usaha di tingkat desa. Ini harus dicetak. Di Jateng yang bisa maju yang punya potensi wisata, karena mereka mengelola itu sehingga hidup, yang lain belum," ujarnya, Jumat (30/9/2022).
Jateng adalah penghasil beras utama di Indonesia, dalam hal ini ia berharap BUMDes diharapkan bisa memanfaatkannya dengan mengelola lumbung pangan di desa-desa tersebut.
"Ini momentum untuk menjadikan BUMDEs kembali ke dulu namanya lumbung pangan. Sebab pangan ini komoditas yang semua mengkonsumsi. Sementara Jateng ini penghasil produk pertanian kalau tidak nomor satu ya nomor dua se Indonesia," ujar politisi PDI Perjuangan tersebut
Mantan Ketua DPRD Kabupaten Karanganyar ini menambahkan, meski produktivitas pertanian di Jateng tinggi, hal tersebut belum sebanding dengan kesejahteraan petani. Di Jateng sendiri ada sekitar 3,5 juta penduduk yang menjadi petani. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 1,5 juta petani yang memiliki lahan dengan luas dibawah 2.000 m2. Dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah hanya Rp 4.200 per kilogram, penghasilan mereka hanya sekitar Rp 400 ribu per bulan. Jumlah tersebut jauh dari UMK di Jateng yang mencapai Rp 2 juta hingga Rp 2,8 juta per bulan.
Sumanto mengatakan, kondisi tersebut juga membuat angka kemiskinan sulit diturunkan. Dia merinci dari 19 kabupaten/kota di Jateng yang masuk kategori kemiskinan ekstrem, sebagian besar merupakan wilayah penghasil pangan seperti Kabupaten Klaten, Karanganyar, Sragen, Purworejo, dan Grobogan.
"Maka saya mendorong agar BUMDes ini kerjasama dengan Bulog dan BUMN untuk menyediakan pangan lokal. Saat ini ada 19 kabupaten/kota di Jateng masuk kategori miskin ekstrem, dari sebelumnya 5 kabupaten/kota sebelum pandemi. Itu 19 kabupaten/kota penghasil pangan," tuturrnya.
Dikatakan Sumanto, tak semua BUMDes perlu mengelola tempat wisata. Bidang pengelolaan BUMDes seharusnya diseusaikan dengan potensi yang ada di desa. Dia meminta BUMDes melakukan perencanaan dan terobosan karena mengelola usaha tidaklah mudah.
"Dengan adanya BUMDes ini ke depan harus ada program dari kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat. Karena merintis usaha itu sulit, BUMDes ini dikelola masyarakat sehingga perlu ada perencanaan yang matang," tandasnya.
Menurut Sumanto, BUMDes bisa menjadi holding atau acuan bagi para pengusaha kecil yang ada di desa. Dengan begitu, anak muda berpotensi masuk ke BUMDes. Dengan begitu, BUMDes akan menjadi bagian optimalisasi kemajuan desa.
"Bidang usaha yang bisa digarap BUMDes sebenarnya luas. Sektor pengadaan barang dan jasa di pemerintah itu bisa diakses. Kalau bisa digarap, ini peluang besar, gunakanlah potensi ini untuk meningkatkan pendapatan masyarakat," katanya.
Data menunjukkan, dari 7.809 desa yang ada di Jateng, ada sekitar 7.173 BUMDES. Pembentukan BUMDes sendiri diharapkan berasal dari usulan masyarakat desa. Setelah berdiri, pengelola BUMDes perlu menyusun program kerja sesuai potensi yang ada di desa.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Okezone.com dengan judul Dewan Jateng Dorong BUMDes Kelola Komoditas Pangan.
Editor : Iman Nurhayanto