Menurutnya draft rancangan undang-undang penyiaran yang beredar luas itu menjadi ancaman terhadap demokrasi dan kemerdekaan pers.
"Ini lebih buruk dari orde baru," katanya menambahkan.
Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan mengatakan, DPR tidak terburu-buru untuk mensahkan rancangan tersebut menjadi undang-undang.
"Ada beberapa pasal yang merugikan jurnalis. Jadi, sikap kami adalah jangan sampai RUU ini disahkan terburu-buru,” katanya.
Kekhawatiran itu muncul karena masa jabatan DPR akan berakhir 30 September 2024, dan rancangan undang-undang tersebut direncanakan akan selesai sebelum masa jabatan berakhir, dengan alasan agar tidak tertunda lagi. Rancangan undang-undang penyiaran sudah dibahas sejak 2013.
"Kalau buru-buru menyelesaikan, akibatnya akan sangat buruk dan yang paling terdampak adalah publik. Itu yang paling berbahaya," katanya menambahkan.
Herik menegaskan IJTI menolak pasal-pasal dalam RUU Penyiaran yang menghalangi tugas jurnalistik dan kemerdekaan pers. Aksi penolakan akan terus berlangsung hingga DPR mencabut pasal pasal yang merugikan tugas jurnalistik.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait