Disinilah peran perempuan sebagai penopang pendapatan tambahan bagi keluarga sangat penting dan berarti. Usaha yang paling mudah dan banyak dilakukan perempuan dari rumah adalah membuat aneka makanan dan minuman yang dibutuhkan masyarakat sekitar. Saya masih ingat bagaimana istri dibantu anak-anak di rumah membuat dan menjual aneka minuman es buah yang dikemas apik dalam wadah plastik dan disimpan dalam kulkas show case. Meski “ora nyugihi, tapi biso nguripi” (walau tidak bisa membuat kaya, tetapi bisa menghidupi) bagi sesama. Beberapa reseller ikut menjualkan produk pangan buatan istri melalui WA-Group dan laman sosmed lainnya. Sebuah keberkahan tersendiri mampu membantu orang lain dikala pandemi melanda.
Sektor pangan banyak mendominasi pelaku UMKM Perempuan hingga saat ini, dengan berbagai jenis dan beragam produk mamin (makanan minuman). Tak terkecuali di kalangan Aisyiyah yang terhimpun dalam BUEKA (Badan Usaha Ekonomi Aisyiyah), alumni SWA (Sekolah Wirausaha Aisyiyah) dan MEK (Majlis Ekonomi dan Ketenagakerjaan) PW/PD/PC Aisyiyah di Jawa Tengah. Setidaknya terlihat pada saat LPUMKM mengadakan Workshop UMKM Perempuan di SMA Muhammadiyah 1 Klaten beberapa bulan lalu. Dari 100 pelaku UMKM Perempuan yang hadir, 90 persen diantaranya adalah produsen pangan. Terlihat dari banyaknya sampel produk mamin yang dibawa saat mengikuti kegiatan workshop.
Berdasarkan atas realitas tersebut, maka LP-UMKM Jateng mengadakan kerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dalam usaha mengembangkan UMKM Perempuan di Jawa Tengah, khususnya bagi warga Aisyiyah. Selain sektor pangan, kami juga mengembangkan sektor sandang bagi UMKM Perempuan. Pada kegiatan Rakerwil kali ini, kami mengundang Menteri PPPA untuk memberikan pencerahan terkait aksesibilitas program pemerintah dalam pemberdayaan perempuan. Meski ibu Menteri PPPA berhalangan hadir, namun beliau menyampaikan pesan dan sambutan melalui video tapping yang ditayangkan melalui LCD Projector. Sedangkan materi dari KPPA diwakili dan disampaikan oleh Staf Khusus Menteri PPPA bidang kewirausahaan, Samuel Wattimena.
Masalah UMKM Perempuan
Selain sektor pangan, sebagian perempuan pelaku UMKM cukup banyak yang bergerak di sektor sandang. Kedua sektor itu, kita sering menyebutnya dengan frase “Sandang-Pangan”. Untuk urusan sandang kita mafhum manakala perempuan lebih unik, lebih beragam dan lebih fashionable dibandingkan laki-laki. Bahan, model, corak, bentuk, warna pakaian wanita lebih bervariasi daripada pakaian pria. Kata guru ngaji saya, kata “mar’ah” (wanita) serumpun dengan kata “mir’ah” (cermin). Maka tidaklah mengherankan jika seorang wanita lebih memperhatikan penampilan dalam berpakaian dibandingkan pria. Pepatah Jawa mengatakan “ajining rogo seko busono” (raga lebih terlihat dan bermakna dari busana yang dikenakan).
Terdapat “4 Tas” permasalahan yang dihadapi pelaku UMKM Pangan yaitu legalitas, kualitas, kuantitas dan kontinyuitas. Soal legalitas usaha, masih banyak pelaku UMKM Pangan yang belum memiliki NIB (dahulu SIUPP/TDP), surat ijin PIRT (Pembinaan Industri Rumah Tangga), label Halal dan Logo/Merk yang terdaftar. Aspek kualitas produk pangan belum sepenuhnya terjaga dan terstandarisasi dengan packaging yang baik. Begitu pula skala produksi yang belum bisa memenuhi kebutuhan secara kuantitas dalam jumlah tertentu serta dalam waktu tertentu. Misalnya ketika kita mendadak membutuhkan snack sejumlah 100 box dalam waktu 30-60 menit, tetapi pelaku UMKM produsen kudapan hanya mampu menyediakan 50 box.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait