“Meskipun demikian, tentu saja terdapat problem global yang masih dihadapi oleh pemerintahan Hong Kong, terutama polusi udara luar ruangan yang masih tinggi akibat penggunaan bahan bakar fosil, sulitnya membuat Tempat Pembungan Akhir (TPA) baru, terdapat polusi plastic karena kurangnya infrastruktur daur ulang yang efisien serta sampah makanan yang langsung dibuang ke tempat pembuangan sampah dan lain sebagainya,” imbuhnya.
Kemudian Dr. Rizka selaku narasumber sekaligus Dosen Hukum Lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta menyampaikan kepada peserta terkait pemahaman mitigasi perubahan iklim sebagai aksi kolektif skala besar.
“Aksi kolektif skala besar menyoroti ketidakpastian mengenai luas dan konsekuensi dari problem lingkungan yang ditandai dengan kenaikan permukaan laut, erosi pantai, dan perubahan ekosistem laut dan darat ditambah dengan peningkatan kondisi cuaca ekstrem,” jelasnya.
Lebih lanjut Dr. Rizka mengutarakan langkah-langkah yang bisa dilakukan organisasi internasional untuk mendorong tindakan kolektif mengenai tata kelola mitigasi perubahan iklim.
“Langkah – langkah yang bisa dilakukan yakni, menetapkan peraturan dengan memperhatikan skala geografis (yakni, lokal, regional, global) dan mencakup skala temporal (yaitu, generasi sekarang dan masa depan). Dalam ruang pengaturan ini, masing-masing negara memajukan kebijakan bersama, mengumpulkan dan menyebarluaskan data, meningkatkan kewajiban internasional, dan memberikan tekanan pada masing-masing negara,” tegas Dosen Hukum Lingkungan UMS itu.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait