“Sebab, tidak jarang kitab-kitab tersebut mengajarkan tentang wawasan bersosial dan problematika kehidupan yang dapat mengasah asumsi dan penalaran yang menjadikan santri dapat mengambil jalan tengah dan menjadikan ruang moderasi dalam bermasyarakat,” ungkapnya.
Prof Achid lahir di dusun terpencil Bluluk, Lamongan, Jawa Timur, 7 Oktober 1966. Ia adalah putra pertama dari empat bersaudara. Ibunya (Siti Herawati, binti Muhammad Usmuni, bin Muhammad Dahlan), dan ayahnya (Muhammad Abdul Basyir, bin Masyhuri Wiryosumarto, bin Kromodimejo, bin Kartodimejo, bin Muhammad Muso Suromangunjoyo) seorang pedagang kecil, guru dan ketua yayasan di sebuah Madrasah kecil (Miftahul Amal).
Ia lulus Sarjana Sastra dan Magister Humaniora di UGM, kemudian lulus Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (15/1/2019).
Dia menjadi guru besar ataau profesor bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Islam Negeri (UIN) Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, dan sempat jadi Ketua Senat (periode 2019-2023).
Karya-karya bukunya cukup banyak. Di antaranya Kumpulan Sajak Nun (terbit 2018; menjadi Nominator Hari Puisi Indonesia 2020), Bunga Rampai Esai Sastra Pencerahan (terbit 2019; mendapatkan Penghargaan Tertinggi Majelis Sastra Asia Tenggara/ Mastera 2020, diberikan pada 7 Oktober 2021) dan Dimensi Profetik dalam Puisi Gus Mus: Keindahan Islam dan Keindonesiaan (2020).
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait