Setelah prosesi awal selesai, Wakil Gubernur Jateng kemudian melanjutkan tradisi Gebyuran dengan menyiramkan air pada beberapa anak sebagai simbul memversihkan diri sebelum ramadan. Usai prosesi Gebyuran, sejumlah warga mulai dari anak-anak hingga orang dewasa langsung melakukan perang air antar sesama. Meski begitu, para peserta tidak menyimpan dendam maupun marah pada sesama.
"Warga ini seluruhnya keluar untuk lempar lemparan air, simbol dari apa yang dilakukan Kyai Bustam, untuk memandikan cucunya. Dan yang menarik disini adalah tidak ada yang boleh dendam, marah atau apapun. Dan tradisi ini merupakan satu simbul membersihkan diri sebelum ramadan, mungkin saja selama bergaul, ada perkataan atau prilaku yang membuat amarah, di sini semua saling memaafkan dan meminta maaf," ujarnya.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait