Sedangkan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah, Ferry Wawan Cahyono, melihat bahwa kesenian tradisional wayang kulit lahir, hidup, tumbuh, berkembang terutama dalam masyarakat Jawa, merupakan salah satu warisan budaya yang harus terus kita lestarikan.
"Bukan hanya wayang kulitnya yang menarik, musik pengiring berupa seperangkat gamelan ini juga merupakan warisan budaya adiluhung yang luar biasa. Logam menyertai perjalanan peradaban sejak masa kuno, sehingga pengetahuan peleburan logam menjadi pengetahuan otentik yang juga dimiliki orang Jawa masa lalu. Logam diolah hingga menjelma menjadi sumber bunyi musikal, memenuhi kebutuhan akan nada-nada yang terwujud dalam gamelan," ujar Ferry.
Bagi Anggota DPRD Kebumen Pawit Mandung dan Kepala desa Tlogowulung Paerisan Akabar, kesenian wayang kulit yang sangat digemari masyarakat di wilayahnya ini, karena bukan hanya berisi tontonan tetapi juga tuntunan.
"Pementaan wayang kulit bukan hanya tontonan, tetapi penyampaian dalam narasinya diselingi pesan-pesan yang menyentuh berbagai aspek kehidupan, sehingga memiliki nilai pendidikan dan ajaran moral," ujar Paesiran.
Dalam dialog itu, ada seorang warga bernama Agus Rarwidi yang menyampaikan rasa terimakasihnya atas pementasan wayang kulit malam itu, dan berharap agar pemerintah dan DPRD lebih banyak memfasilitasi pementasan kesenian wayang kulit ini, bukan hanya di desa Tlogowulung saja, tetapi juga di desa-desa lainnya di Kabupaten Kebumen.
Sementara itu, Teguh Hadi Prayitno berpesan agar kesenian tradisional juga bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi, terutam di era digitalisasi sekarang ini.
"Pandemi Covid-19 telah memaksa banyak seniman berpindah dari platform fisik atau pementasan langsung ke digital, baik melalui media massa maupun media sosial. Selain itu sinergi antara kesenian dan media massa juga diperlukan agar berbagai pementasan dapat terberitakan secara luas dan terdokumentasi dalam berbagai platform," ujar Teguh.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait