JAKARTA, iNewsJatenginfo.id - Jelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) dinilai sedang menghadapi situasi pelik.
Hal itu ditunjukan dengan sikap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang cenderung diam terkait pencapresan mendorong kelompok tertentu berupaya ikut campur dalam proses tersebut.
Dian Permata, merupakan Peneliti Senior Institut Riset Indonesia (INSIS) menyampaikan, PDIP merupakan magnet bagi pelaku politik di Indonesia.
Tidak hanya sebagai partai penguasa, partai besutan Megawati ini juga satu-satunya yang bisa mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) di Pilpres 2024.
Berdasarkan Kongres V Bali, Megawati memiliki hak prerogatif untuk menentukan calon yang akan diusung PDIP.
"Sebagai satu-satunya parpol yang memiliki golden ticket untuk mengajukan capresnya sendiri, PDIP memiliki magnitude di mata kelompok oligarki di negeri ini," kata Dian Permata, Kamis (27/10/2022).
Atas keistimewaan yang dimiliki, Dian menengarai adanya upaya kelompok tertentu untuk mengudeta Megawati dalam hal kuasa menentukan atau pengusungan capres.
Kelompok ini berharap capres-cawapres yang diusung PDIP adalah jagoan mereka, sehingga nantinya mendapatkan keuntungan ketika berhasil memenangi Pilpres 2024.
Namun Dian yakin Megawati beserta seluruh fungsionaris PDIP telah memiliki kalkulasi politik yang berbasis pada referensi politik dan pengalamannya di masa lampau.
Sebagai satu-satunya parpol yang memiliki presidential threshold, Megawati diharuskan menghitung sejumlah aspek sekaligus.
Pertama, peluang capres dan cawapres dalam memenangkan Pilpres 2024.
Kedua, menjaga kaderisasi dan disiplin PDIP.
Ketiga, memastikan kelangsungan kepemimpinan di internal PDIP.
"Keempat, mengamankan posisi politik Megawati dan keluarganya sebagai pemegang klaim pewaris Soekarno," kata akademisi Universitas Ibnu Chaldun Jakarta ini.
Selain mengamankan empat aspek sekaligus, kata Dian, PDIP juga membutuhkan kalkulasi politik dengan membaca serangkaian kemungkinan yang bakal terjadi.
Sebab, politik elektoral mengharuskan adanya modal yang biasanya dimanfaatkan oleh aktor oligarki untuk memainkan posisi tawarnya. Salah satunya dengan membentuk relawan capres tertentu.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait