Putra pertama Apoteker lulusan Unwahas PTNU Semarang, putra kedua alumni IESP FEB Undip dan menggeluti dunia perdagangan obat-obatan. Putri keempat _"bontot"_ sedang menjalani co-ass dokter gigi di RSGM UMY, dan putri ketiga kami hari ini wisuda di IPDN dan berhak menyandang gelar Sarjana Terapan Ilmu Pemerintahan (S.Tr.I.P).
Praja IPDN Angkatan XXX memasuki proses awal perkuliahan pada September- Oktober 2019. Baru berjalan 6 bulan, pandemi Covid-19 melanda Indonesia (Maret 2020). Semua Praja IPDN selama 2 tahun "dikarantina". Tidak ada cuti Lebaran dan liburan Natal.
Seperti kita ketahui bahwa perkuliahan di IPDN dilakukan selama 4 tahun (8 semester). Tahun pertama (semester 1-2) di IPDN Jatinangor, tahun Kedua (semester 3-4) disebar ke IPDN Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT dan Papua. Tahun Ketiga dan Keempat kembali di IPDN Jatinangor, Jawa Barat. Putri kami kuliah di IPDN Praya, NTB pada tahun ketiga setelah pandemi Covid-19 mereda.
Putri kami minta maaf tidak jadi masuk 10 besar wisudawan terbaik IPDN. Meutia mendapat IPK 3,69 terpaut 0,01 dari wisudawan terbaik urutan 9 dan 10 (IPK 3,70). Kami menduga kondisi kesehatan dan sempat dirawat (opname) beberapa hari pada semester 8 menjadi salah satu penyebabnya.
Saya peluk dia sambil kami bisikkan pesan : "Mbak Tia sudah sangat bagus dan tidak perlu disesali. Disikapi secara wajar dan arif bijaksana. Nilai IPK hanyalah angka kuantitatif semata". Ibunya memberikan hadiah gelang 5 gram. Support sesama wanita, pujian ala perempuan. Perhiasan berupa cincin, kalung, gelang hukumnya "haram" dan tidak boleh dipakai sama sekali selama pendidikan di IPDN.
Bagi kami, IP itu Indeks Pemikiran, Indeks Penalaran dan Indeks Pengetahuan. Sedangkan IPK merupakan Indeks Peradaban Kehidupan. Tidak hanya berupa angka- angka kuantitatif semata. Tetapi mengindikasikan juga nilai-nilai kualitatif : social etic, social benefit, daya literasi, adaptasi kultural, mental spiritual, serta kemampuan beramal shalih dalam kehidupan. Bukankah amal itu tergantung niat dan hasil akhir.
Saya jadi teringat salah satu pesan Imam Syafi'i, yang artinya : "Jika kamu tak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan". Selamat putriku semoga kelak kamu mampu dan sukses menjalani kehidupan sebagai abdi negara, abdi bangsa dan abdi masyarakat. "Be the best of what ever you are".
Wallahua'lam
Editor : Iman Nurhayanto