get app
inews
Aa Text
Read Next : Bantu Genjot Pendapatan Daerah, 1.117 Mahasiswa Praja IPDN Diterjunkan di Jateng

Wisuda IPDN Angkatan ke XXX

Rabu, 26 Juli 2023 | 11:21 WIB
header img

Hari Selasa 25 Juli 2023, jam 09.00 sampai selesai, kami menghadiri Sidang Terbuka Senat IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri), Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Sebanyak 1737 wisudawan-wati dikukuhkan oleh Rektor IPDN, Dr. Drs. H. Hadi Prabowo, MM. Ikut memberikan sambutan dan apresiasi, Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo, SH. MH.

Jumlah mahasiswa-siswi yang diwisuda kali ini, terdiri dari 48 Doktor Ilmu Pemerintahan (S3), 62 Magister Terapan Ilmu Pemerintahan (M.Tr.IP/S2) dan 1.627 Sarjana Terapan Ilmu Pemerintahan (S.Tr.IP). Putri ketiga kami, Meutia El-durr RS, termasuk yang diwisuda dan merupakan Praja IPDN Angkatan XXX (Tigapuluh).

Acara wisuda berlangsung di Balairung Rudini. Saya dan istri  beruntung mendapat undangan VIP sehingga diijinkan masuk ke dalam ruangan Balairung. Kami dapat menyaksikan dari dekat rangkaian acara wisuda secara langsung, khidmat dan sakral. Atas saran istri kami memakai kemeja warna putih dengan bawahan berbahan denim warna keki. Nyaman, simpel, sederhana dan tidak ribet dibanding memakai baju batik ataupun jas.

Pola pendidikan dan pengasuhan pada lembaga kedinasan semacam IPDN, sangat berbeda dibandingkan Sekolah Tinggi/Institut/Universitas/PTN/PTS/PTAIN tanpa ikatan dinas. Sejak awal menjadi Praja (mahasiswa/siswi), peserta didik IPDN sudah dilatih dan digembleng dengan beragam aktivitas keagamaan dan budi pekerti; budaya disiplin dan kesamaptaan; nasionalisme, jiwa patriotik bela negara dan bangsa; serta dibekali iptek dan ketrampilan yang memadai.

Kami sering memotivasi anak bahwa sekolah di IPDN itu mirip  belajar di pondok pesantren "sinambi" (sambil) kuliah di PTN. Bedanya hanyalah pada metode-teknik pembelajaran, fasilitas asrama/pemondokan, kurikulum terapan yang dipakai, biaya pendidikan gratis dan jaminan mendapatkan pekerjaan (ASN) setelah lulus. Sedangkan penerapan aktivitas keseharian lebih disiplin, ketat dan bermartabat. Orang tuapun tidak perlu pusing mencarikan pekerjaan setelah anak selesai kuliah.

Setiap dinihari menjelang waktu Subuh tiba, semua Praja wajib bangun pagi. Bagi mereka yang beragama Islam, harus berjamaah Subuh (kecuali Praja Putri yang berhalangan) kemudian dilanjutkan siraman rohani (pengajian) di masjid kampus. Walaupun masih satu kompleks, jarak dari asrama ke masjid paling dekat 250 meter, pulang pergi 500 meter.

Aktivitas selanjutnya olah raga, mandi, makan dan apel pagi. Setelahnya baru mengikuti perkuliahan di masing-masing ruang sesuai Program Studi. Tidak ada kesempatan bermalas-malasan kuliah di IPDN. Setelah apel sore, praja baru kembali ke asrama untuk berbagai keperluan pribadi : mandi, beribadah, mencuci pakaian, mengerjakan PR maupun menjalankan tugas keprajaan lainnya semisal jaga malam bergiliran.

Bapak dan ibu tentu dapat membayangkan bagaimana mengatur 4000-an "santri" IPDN agar sesuai jadwal waktu yang tepat, diisi dengan berbagai aktivitas yang saling terkait. Misalnya penyediaan makan- minum untuk Praja 3 kali sehari, pagi-siang-malam. Jika ketersediaan makan-minum untuk 4.000-an Praja terlambat 30 menit setiap waktu makan tiba, apa yang akan terjadi.
Belum soal ketersediaan air MCK, prasarana kesehatan (poliklinik), buku dan materi pendidikan, serta sarana prasarana penunjang lainnya.

Gagal Masuk 10 Besar

Sebagai orang tua kami merasa senang dan bangga memiliki anak putri yang mampu menempuh dan menyelesaikan pendidikan di IPDN. Apalagi dia _satu-satunya Praja asal Kendal_ yang lolos seleksi Angkatan XXX (2019). Sebelum masuk IPDN, Meutia kuliah vokasi di Islamic Fashion Institute (IFI) Bandung. Bahkan sempat sekali mengadakan gelar karya fashion show di Plasa Indonesia Jakarta.

Putri kami lulus SMA tahun 2018, lalu kuliah di IFI. Masuk semester 2, minta ijin untuk ikut seleksi SMPTN dan IPDN. Atas rahmat Allah, dia lolos dan diterima keduanya : Undip dan IPDN. Dengan berbagai pertimbangan pribadi, putri kami menetapkan diri masuk ke IPDN.

Sebagai orang tua, kami tidak pernah meminta apalagi memaksakan pada anak-anak harus sekolah atau kuliah dimana. Kami hanya memberi ketulusan rasa cinta dan pentingnya kasih sayang sesama, mengajari pentingnya etika sosial, budaya dan agama, mengenalkan Allah sebagai Tuhan-Nya, serta merawat hubungan baik dengan alam semesta dan sesama makhluk Tuhan.

Putra pertama Apoteker lulusan Unwahas PTNU Semarang, putra kedua alumni IESP FEB Undip dan menggeluti dunia perdagangan obat-obatan. Putri keempat _"bontot"_ sedang menjalani co-ass dokter gigi di RSGM UMY, dan putri ketiga kami hari ini wisuda di IPDN dan berhak menyandang gelar Sarjana Terapan Ilmu Pemerintahan (S.Tr.I.P).

Praja IPDN Angkatan XXX memasuki proses awal perkuliahan pada September- Oktober 2019. Baru berjalan 6 bulan, pandemi Covid-19 melanda Indonesia (Maret 2020). Semua Praja IPDN selama 2 tahun "dikarantina". Tidak ada cuti Lebaran dan liburan Natal.

Seperti kita ketahui bahwa perkuliahan di IPDN dilakukan selama 4 tahun (8 semester). Tahun pertama (semester 1-2) di IPDN Jatinangor, tahun Kedua (semester 3-4) disebar ke IPDN Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT dan Papua. Tahun Ketiga dan Keempat kembali di IPDN Jatinangor, Jawa Barat. Putri kami kuliah di IPDN Praya, NTB pada tahun ketiga setelah pandemi Covid-19 mereda.

Putri kami minta maaf tidak jadi masuk 10 besar wisudawan terbaik IPDN. Meutia mendapat IPK 3,69 terpaut 0,01 dari wisudawan terbaik urutan 9 dan 10 (IPK 3,70). Kami menduga kondisi kesehatan dan sempat dirawat (opname) beberapa hari pada semester 8 menjadi salah satu penyebabnya. 

Saya peluk dia sambil kami bisikkan pesan : "Mbak Tia sudah sangat bagus dan tidak perlu disesali. Disikapi secara wajar dan arif bijaksana. Nilai IPK hanyalah angka kuantitatif semata". Ibunya memberikan hadiah gelang 5 gram. Support sesama wanita, pujian ala perempuan. Perhiasan berupa cincin, kalung, gelang hukumnya "haram" dan tidak boleh dipakai sama sekali selama pendidikan di IPDN.

Bagi kami, IP itu Indeks Pemikiran, Indeks Penalaran dan Indeks Pengetahuan. Sedangkan IPK merupakan Indeks Peradaban Kehidupan. Tidak hanya berupa angka- angka kuantitatif semata. Tetapi mengindikasikan juga nilai-nilai kualitatif : social etic, social benefit, daya literasi, adaptasi kultural, mental spiritual, serta kemampuan beramal shalih dalam kehidupan. Bukankah amal itu tergantung niat dan hasil akhir.

Saya jadi teringat salah satu pesan Imam Syafi'i, yang artinya : "Jika kamu tak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan". Selamat putriku semoga kelak kamu mampu dan sukses menjalani kehidupan sebagai abdi negara, abdi bangsa dan abdi masyarakat. "Be the best of what ever you are".
Wallahua'lam

Editor : Iman Nurhayanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut