MEDAN, iNewsJatenginfo.id – Memahami dan menggali sejarah kehidupan Sukarno beserta seluruh simpul dan gelombang yang mengitarinya tidak ada ujungnya.
Namun, salah satu hal yang penting adalah perlu gerakan penyelamatan situs-situs Bung Karno sebagai memori sejarah.
Demikian ditegaskan sejarawan dari Universitas Negeri Medan Dr Phil Ichwan Azhari dalam FGD Penajaman Lini Masa Sukarno di Medan, Senin (13/6).
Azhari mengatakan, di Sumatera banyak situs-situs sejarah terkait Bung Karno tetapi terbengkelai.
“Di Medan, sebuah rumah bersejarah tempat Sukarno berada, sekarang malah jadi kafe. Di Parapat, sebuah rumah bersejarah, sekarang hanya jadi losmen alias mess atau pesanggrahan Pemprov Sumut,” kata Azhari.
Padahal, lanjut dia, rumah itu menjadi saksi sejarah penting pada masa Sukarno berada di Sumatera.
“Perdebatan antara Sjahrir dan Sukarno soal kemeja yang dikenakan Sukarno mencerminkan perdebatan ideologis,” kisah sejarawan yang dikenal dengan panggilan Pemburu Memori itu.
Rumah tempat pembuangan di Parapat itu juga menyimpan kisah menarik soal Sukarno menyanyi.
Pada akhir 1949, Sukarno menyanyi dari kamar mandi para tawanan republik. Lagu One Day When We’re Young yang dipopulerkan oleh penyanyi Johann Strauss itu bergema dan menembus dinding kamar mandi hingga bisa didengar jelas oleh orang-orang yang ada di luar ruangan tersebut.
Alih-alih merasa terhibur, Sutan Sjahrir justru merasa terganggu. Dengan ketus dia lantas berteriak. "Houd je mond!" teriak Si Bung Kecil (panggilan akrab Sjahrir) menyuruh Sukarno menutup mulutnya.
“Kisah-kisah itu adalah memori penting dalam sejarah. Sayang sekali, rumah sebagai lokasi kisah bersejarah itu malah jadi losmen. Tidak terawat lagi,” ujarnya.
“Sudah bolak-balik saya mengemukakan, tetapi tidak ada yang menggubris. Saya kira, harus diintervensi oleh pusat,” lanjut Azhari.
Agustina Wilujeng Pramestuti, selaku inisiator Kongres Sejarah Bung Karno langsung menyambut antusias tantangan tersebut.
“Diskusi penajaman lini masa ini merupakan rangkaian persiapan Kongres Sejarah Bung Karno, sebagai komitmen mempertemukan serpihan sejarah yang tercerai-berai, dan menjadikannya sebagai kekayaan bangsa Indonesia,” tutur Agustina, yang juga Wakil Ketua Komisi X DPR RI.
Jadi ada gerakan dalam rangka "Kongres Bung Karno" situs situs Bung Karno pernah dipenjara Belanda dijadikan pusat untuk memelihara memori, tempat tempat itu direvitalisasi, dijadikan museum, galeri, kemah kebangsaan.
Diskusi yang digelar Universitas Sari Mutiara Medan itu juga menghadirkan sejarawan senior Dr Suyatno MSi dari Universitas Sebelas Maret dan pakar sejarah Hendri Dalimunthe SPd MA dari UIN Medan, dengan moderator Gunawan Permadi, pemimpin redaksi Suara Merdeka.
Azhari mengemukakan, bagian penting dalam sejarah Sukarno adalah mengungkapkan sejarah berdasarkan tafsir Sukarno sendiri.
“Maka, mari mengumpulkan tafsir Sukarno itu sendiri atas peristiwa yang dialaminya,” tegasnya.
Dokumen Sejarah
Banyak sekali dokumen sejarah yang perlu ditelusur yang akan mengungkapkan tafsir baru dan fakta baru. Di Jepang, ada disimpan 100 naskah terkait sosok Laksamana Maeda.
Di Belanda, masih disimpan ratusan dokumen terkait era pendudukan Jepang dan pembuangan Sukarno di Sumatera.
“Dokumen-dokumen itu penting untuk didapatkan, diteliti, dan digali substansi sejarahnya,” tandas Azhari.
Di bagian lain diskusi, Suyatno menyoroti aspek nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah Sukarno.
“Bagaimana Sukarno mengelola peristiwa pendudukan Jepang, memanfaatkan Jepang untuk tujuan kemerdekaan, mengungkapkan strategi terbuka dan strategi tertutup yang dipakai Sukarno. Cerdas,” kata dia.
“Sukarno sanggup mempersiapkan bangsa yang morat-marit kacau balau itu untuk menata ulang masyarakat dengan cepat. Sebuah gerakan revolusioner tanpa revolusi senjata. Ini salah satu hal yang dapat dipelajari dalam sejarah Sukarno,” paparnya.
Editor : Iman Nurhayanto