Tradisi budaya yang dilakukan oleh kalangan nelayan Gempolsewu yaitu sehari sebelum dun-dunan kapal mengadakan “lek-lekan” (malam tirakatan) dan keesokan pagi harinya baru dilaksanakan doa bersama yang dipimpin kyai kampung serta diikuti oleh ABK, keluarga dan warga sekitar.
Selain hidangan “sego golong” (nasi putih dibungkus daun pisang) yang disertai lauk-pauk “ingkung” (ayam utuh) dan aneka ikan segar bakar atau goreng, juga ada infaq ke masjid atau mushola terdekat. Besarannya tergantung kerelaan dan keikhlasan pemilik kapal. Biasanya berkisar 5-10 juta Rupiah.
Setelah sarapan bersama, kapal diturunkan ke sungai secara gotong royong. Kapal yang telah ditambatkan di pinggir sungai, selanjutnya dilengkapi dengan semacam ruangan bagi juru mudi (nahkoda) dan ABK, palka untuk ikan tangkapan, mesin, jaring dan peralatan lain.
Dikerjakan sekitar 2 bulan sebelum kapal siap melaut. Total waktu yang dibutuhkan selama 9 bulan untuk membuat sebuah kapal, termasuk merangkai badan kapal di darat selama 6-7 bulan. Bahan dasar dinding kapal berasal dari kayu jati pilihan yang dilapisi serat fiber.
Biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu kapal PMJ jenis “cakalang” kapasitas 28 GT (Gross Tonage), panjang 14m, lebar 6,5m dan tinggi 1,8 hingga 2m senilai Rp 2 Milyar.
Kapal yang hendak dilakukan dun-dunan besok pagi adalah kapal PMJ ke 9. Kapal PMJ 1 hingga 8 terlihat parkir di pinggir sungai Kalikuto, hanya berjarak sepuluh meter dari panggung hiburan malam ini.
Jika sebuah kapal ikan mampu mempekerjakan maksimal 30 orang (1 juru mudi dan 29 ABK), maka terdapat 270 orang nelayan yang bekerja alias 270 KK yang dihidupi. Waktu yang dibutuhkan sekali melaut selama 10-12 hari atau 2 kali dalam sebulan.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait