4. Retorika dalam Pidato Pemimpin
Pidato pemimpin dan tokoh politik memiliki peran yang signifikan dalam menggambarkan konflik seperti Taufan Al-Aqsha. Retorika yang digunakan oleh pemimpin Israel dan Palestina mempengaruhi cara peristiwa ini dipersepsikan di tingkat internasional. Misalnya, pemimpin Palestina Mahmoud Abbas dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggunakan bahasa dan retorika yang berbeda dalam pidato-pidato mereka. Ini mencerminkan pandangan politik mereka dan upaya untuk mempengaruhi opini publik.
5. Bahasa dalam Diplomasi dan Perundingan
Diplomasi bahasa adalah suatu metode atau pendekatan yang direncanakan secara terstruktur untuk meningkatkan dan merawat perkembangan bahasa, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Ketika digunakan secara internal, diplomasi bahasa bertujuan untuk mendukung dan memelihara perkembangan bahasa sebagai elemen integral dari kekayaan budaya. Sementara dalam konteks eksternal, diplomasi bahasa digunakan untuk memperluas dan memperkuat hubungan regional, nasional, serta antar negara. Bahasa juga memainkan peran dalam proses diplomasi dan perundingan yang terkait dengan konflik Al-Aqsha. Dalam perundingan seperti Perjanjian Oslo, pemilihan kata dan terminologi sangat penting untuk mencapai kesepakatan. Misalnya, masalah status Yerusalem dan situs-situs suci menjadi subjek perdebatan, dan bahasa yang digunakan dalam perjanjian harus mencerminkan kompromi yang sensitif.
6. Bahasa sebagai Alat Identitas
Bahasa sebagai identitas manusia karena bahasa sangat berperan dalam pembentukan jati diri manusia. Bahasa berperan utama dan penting dalam membangun identitas manusia karena bahasa membangun sistem arti dalam kehidupan manusia. Seseorang dikenali dari bahasa yang digunakannya, dari kelompok, suku atau bangsa mana seseorang berasal. Bahasa sebagai identitas bukanlah sebuah fungsi yang tercipta secara spontan, namun ada hal yang melatarbelakangi fungsi bahasa sebagai identitas. (Sri Utami: 2014)
Bahasa juga merupakan alat penting dalam membentuk identitas individu dan kelompok. Bahasa Ibrani dan Arab adalah bahasa utama yang mendefinisikan identitas orang-orang di wilayah tersebut. Dalam konflik seperti Al-Aqsha, bahasa menjadi simbol identitas dan solidaritas dengan kelompok tertentu. Ini juga menciptakan perasaan keterikatan yang kuat dengan sejarah dan budaya mereka
7. Bahasa dan Konflik Budaya
Bahasa itu sendiri bukanlah sumber konflik, baik dalam masyarakat monolingual maupun multilingual. Dominasi kelompok tertentu dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik sehingga menimbulkan ketidakpuasan pada kelompok lain merupakan pemicu konflik, yang dapat dipertegas melalui konflik bahasa (Katubi:2010). Konflik seperti Taufan Al-Aqsha sering kali memiliki dimensi budaya yang kuat. Bahasa adalah aspek sentral dalam budaya dan sering kali digunakan sebagai alat untuk mempertahankan atau memperjuangkan hak-hak budaya. Misalnya, lagu-lagu dan puisi dalam bahasa Arab dan Ibrani sering digunakan untuk mengungkapkan identitas budaya dan solidaritas dengan konflik ini.
Penggunaan kata “Thufan” dalam konteks serangan ke Israel dan pesan yang ingin disampaikan dalam tulisan memiliki makna simbolis yang kuat. Pesan yang ingin disampaikan tampaknya adalah bahwa serangan tersebut memiliki dampak yang lebih dalam daripada hanya kerusakan fisik yang disebabkan oleh bom. Ini mencoba untuk menggambarkan bahwa suara ledakan bom adalah simbol perlawanan dan perjuangan yang lebih besar daripada sekadar kekuatan militer. Dengan demikian, pesan tersebut juga menekankan bahwa efek serangan tersebut dirasakan tidak hanya oleh mereka yang berada di sekitar wilayah konflik, tetapi juga oleh seluruh dunia. Nagasaki dan Hiroshima adalah dua contoh penting dari penggunaan senjata nuklir dalam sejarah yang meninggalkan bekas lama dan berdampak global, dan tulisan tersebut mencoba untuk menunjukkan bahwa pesan dari serangan ini akan memiliki dampak serupa dalam sejarah.
Dalam analisis linguistik Taufan Al-Aqsha, kita melihat bahwa bahasa memainkan peran penting dalam memahami, merespon, dan membentuk peristiwa ini. Bahasa digunakan sebagai alat propaganda, dalam media sosial, dalam retorika pemimpin, dalam diplomasi, dan sebagai simbol identitas dan budaya. Perbedaan dalam penggunaan bahasa, terjemahan yang tepat, dan pemahaman retorika penting dalam mengeksplorasi kompleksitas konflik ini. Metafora dalam bahasa adalah cara kuat untuk menyampaikan makna dan konsep yang kompleks. Dalam konteks politik dan agama, penggunaan metafora memiliki dampak besar karena mereka dapat membentuk pemikiran, persepsi, dan pandangan dunia individu.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait