Menurutnya, meski merayakan hari raya di kota yang mayoritas pemeluk agama Islam, aktivitas semeton Hindu dalam perayaan hari raya sejak dahulu tidak pernah mendapatkan masalah, bahkan didukung oleh masyarakat sekitar mereka tinggal.
"Sekarang di Kota Solo sudah berdiri pura yang bisa digunakan oleh semeton Hindu apabila ingin melakukan persembahyangan. Meski kami minoritas di sini, lingkungan kami di sini bisa menerima. Toleransinya sangat luar biasa," ungkapnya pria purnawirawan Polri ini.
Untuk hari raya Galungan, Ida Bagus mengatakan, dilaksanakan pada malam hari di Pura Bhuana Agung Saraswati komplek kampus Universitas Sebelas Maret (UNS), di Kentingan, Jebres, Solo.
Menyinggung tentang bahan baku pernak -pernik untuk prasarana persembahyangan, ia mengaku bersyukur tidak mengalami kesulitan mendapatkannya. Menurutnya, bahan -bahan seperti janur, kelapa, dan yang lainnya sangat mudah didapatkan.
"Kami bersyukur tinggal di Solo tidak kesulitan untuk mencari bahan-bahan untuk prasarana persembahyangan daripada di Bali. Di Bali ketika Galungan semua akan naik harganya, karena kadang tidak ada barangnya. Di sini mudah mencarinya," ujarnya.
Seiring perjalanan waktu, saat ini menurut Ida Bagus, semeton Hindu Solo sudah sangat dimudahkan ketika akan menjalani setiap hari raya, mulai dari hari raya Purnama, Tilem, dan lainnya. Bahkan, juga sudah bisa melakukan persembahyangan di Candi Prambanan melaksanakan perayaan hari raya apapun.
"Jumlah semeton Hindu di Kota Solo yang tergabung di Parisada Hindu Solo mencapai 500 orang, namun itu belum termasuk masyarakat Hindu di Solo Raya. Pura di sini sudah banyak, maka perayaan hari raya besar bisa terpusat di Candi Prambanan," pungkasnya.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait