PURWOKERTO, iNewsJatenginfo.id - Masalah ekstremisme menjadi persoalan umat manusia dewasa ini. Ekstremisme tidak hanya berkelindan dengan persoalan agama semata. Tetapi juga pada persoalan politik, budaya, dan pelbagai ideologi-ideologi yang lainnya.
Demikian disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr H Abdul Mu’ti, MEd hadir secara daring dalam acara Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah ‘Aisyiyah secara daring. Seminar tersebut diselenggarakan oleh Fakultas Agama Islam Universitas Muhamadiyah Purwokerto, FAI UMP bekerjasama dengan Litbang Kementrian Agama menyelenggaran seminar pra Muktamar Muhadiyah ke 48 bertema “Moderasi Beragama dalam Perspektif Dakwah” pada Jumat, (1/7).
Menurutnya, ketika dunia ini bergerak secara sangat cepat mendorong multikulturalisme, mendorong pluralisme, dan berbagai upaya agar masyarakat dunia itu lebih rukun. “Kita melihat di sisi lain yang merupakan paradoks dari berbagai ikhtiar itu,”jelasnya.
Dalam konteks yang bersifat local, nasional, dan internasional ada keterkaitan yang menyangkut masalah fobia terhadap kelompok atau agama tertentu.
Akar ekstrimisme jua terjadi pada ruang lingkup budaya dengan ditandai munculnya rasisme atau munculnya fasisme yang hingga detik sekarang ini masih eksis dalam kehidupan masyarakat era modern.
“Berbagai kelompok yang mereka juga secara ekstrim menyuarakan ideologi-ideologi tertentu bisa juga kita sebut secara ekstrim. Misalnya kelompok-kelompok yang mendorong liberalisme secara berlebihan, itu juga menurut saya termasuk kategori ekstrim. Karena ekstrimisme itu sebenarnya akarnya adalah sikap berlebih-lebihan yang berkaitan dengan pandangan tertentu atau perilaku tertentu,”ujarnya
Moderasi beragama, lanjutnya pada awalnya digagas dan dikembangkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia pada masa Menteri Dr Lukman Hakim Saifuddin. Masa itu karena terjadi konsen terhadap berbagai hal yang terjadi di Indonesia yang sebagiannya bermuara pada agama.
“Istilah moderatisme itu dipilih di antara istilah yang selama sekian lama menjadi diskursus di ruang public Ketika orang bicara mengenai radikalisme dan deradikalisasi. Yang sejak awal Muhammadiyah menyampaikan ketidaksetujuannya dengan dua istilah itu, karena persoalan yang berkaitan dengan problem definision, dan juga persoalan yang berkaitan dengan bagaimana kemudian Ketika itu dilakukan sebagai sebuah gerakan dan pengambilan kebijakan,”jelas dia.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait