KOLOMBO, iNewsJatenginfo.id - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan gerakan tanggap darurat terhadap krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya di negara Sri Lanka. Ribuan wanita miskin di Sri Lanka mulai menerima bantuan makanan pada Kamis (16/6).
PBB menyatakan empat dari lima orang mulai tidak makan karena mereka tidak mampu membayar harga tinggi. PBB pun memperingatkan krisis kemanusiaan yang mengerikan dengan jutaan orang membutuhkan bantuan.
Program Pangan Dunia (WFP) dari PBB mengatakan pihaknya mulai mendistribusikan kupon makanan kepada sekitar 2.000 wanita hamil di daerah-daerah yang "kurang terlayani" di Kolombo sebagai bagian dari "bantuan untuk menyelamatkan jiwa".
Anthea Webb, Wakil Direktur Regional WFP untuk Asia dan Pasifik, mengatakan orang-orang miskin di negara berpenduduk 22 juta itu merasa lebih sulit untuk membeli kebutuhan dasar seperti makanan.
"Ketika mereka melewatkan makan, mereka membahayakan kesehatan mereka dan anak-anak mereka," katanya.
WFP mengatakan pembagian voucher tunai senilai 15.000 rupee (Rp2,8 juta) adalah bagian dari upaya PBB untuk membantu tiga juta warga Sri Lanka yang terkena dampak melonjaknya harga.
Badan dunia itu berusaha mengumpulkan USD60 juta (Rp889 miliar) untuk upaya bantuan pangan antara Juni dan Desember mendatang.
WFP mengatakan juga ingin membantu satu juta anak memiliki akses ke setidaknya satu makanan di sekolah, dan menyediakan "makanan yang diperkaya nutrisi" untuk satu juta ibu dan anak-anak lainnya.
Selain itu, jatah makanan berupa makanan, uang tunai atau voucher akan diberikan kepada satu juta orang lainnya.
Negara kepulauan Asia Selatan telah mengalami kekurangan makanan, bahan bakar, obat-obatan dan barang-barang penting lainnya, dalam krisis yang dipicu oleh berkurangnya cadangan mata uang asing dan salah urus pemerintah.
Dengan semakin memburuknya kelangkaan bahan bakar, pemerintah mengumumkan hari libur tambahan dan memerintahkan semua sekolah tutup pada hari Jumat untuk menghemat bensin dan solar.
Sri Lanka gagal membayar utang luar negerinya sebesar USD51 miliar (Rp755 triliun) pada April lalu, dan sedang dalam pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk meminta dana talangan.
Protes berbulan-bulan, yang berubah menjadi protes mematikan pada Mei lalu dengan sedikitnya sembilan orang tewas, telah meminta Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mengundurkan diri.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait