SEMARANG, iNewsJatenginfo.id - Berangkat dari pengamatan atas realitas anak muda yang apatis, hedonis, tak punya impian, hingga rasa keputusasaan yang kadangkala berakhir tragis.
Bisa saja ini objektif tetapi tidak menutup kemungkinan menjadi hal yang subjektif. Terkadang, kita memang sulit membedakan kedua hal itu, karena kita diciptakan oleh Tuhan berbekal akal pikiran, hati nurani, dan hawa nafsu. Pada dasarnya ini hanyalah serangkaian hasil amatan, obrolan, dan bacaan.
Pertama, kita akan melihat bagaimana Tuhan menggambarkan sosok istimewa yang disebut kaum muda dalam kalam sucinya.
(Mereka berkata) sebagian dari mereka kepada yang lain, ("Kami dengar ada seorang pemuda yang menyebut-nyebut mereka) yakni yang mencaci maki berhala-berhala itu (yang bernama Ibrahim"). Al Anbiya : 60
Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka. Al Kahfi : 13
Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu mereka berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak menyeru tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran. Al Kahfi : 14
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya, "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun. Al Kahfi : 60
"Kaum Muda" dilukiskan dalam Al Qur'an sebagai sosok revolusioner yang memiliki keberanian (berani melawan sistem atau tatanan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang semestinya) sebagaimana Ibrahim muda. Lalu dalam kisah Ashabul Kahfi, pemuda yang memiliki keimanan yang kuat, berwawasan luas, teguh dalam pendirian, optimis, serta konsistensi. Sementara Musa yang pantang menyerah dan tidak mudah putus asa.
Indra Kusumah penulis Buku Risalah Pergerakan Mahasiswa, menjelaskan mahasiswa tak lain sebagai sosok anak muda terdidik yang merupakan warisan termahal milik bangsa ini.
Dengan segala kemudaannya, mahasiswa berada dalam puncak kekuatan manusia dalam berbagai aspek potensinya; potensi spiritual (memberi secara ikhlas berjuang dengan sepenuh hati dan jiwa), potensi intelektual (berada dalam puncak kekuatan intelektualnya), potensi emosional (keberanian, semangat, dan kemauan yang keras), potensi fisikal (berada pada puncak kekuatan diantara dua kelemahan (bayi yang tak berdaya dan tua yang lemah atau pikun).
Maka tidak heran jika Agent of Change, Social Control, Guardian of Value, Iron Stock, Moral Force, melekat pada diri mahasiswa.
Ide menulis ini muncul secara tak terduga, tepat sepertiga malam ditengah orang lain barangkali sedang asyik berinteraksi dengan Tuhan atau sebaliknya terlelap dalam mimpi, teringat jika Buya Hamka pernah berkata,
"Kalau hidup sekedar hidup babi di hutan pun hidup, kalau bekerja sekedar bekerja kera di hutan pun bekerja,"
Memang, kalau kita renungi bersama kata-kata itu seakan menyinggung sebagian dari kita ditengah gempuran realitas individu maupun sosial yang ada.
Namun coba kita cermati bersama sedikit petuah Buya Syafii Ma'arif dalam bukunya Mencari Autentisitas dalam Dinamika Zaman. Beliau mengungkapkan,
"Seandainya di dalam Al Qur'an ada perintah untuk pesimis, sayalah orang pertama yang akan melakukan nya. Mungkin sebagian orang bertanya-tanya, mengapa saya begini dalam menyimpan rasa pesimis di dalam jiwa,"
"Sebagai seorang anak bangsa, saya melihat betapa luluh lantaknya bangsa ini. Semua kejadian yang melintas dihapadan kita begitu mengkhawatirkan, sehingga hampir tidak mampu menumbuhkan benih optimisme dalam melihat masa depan bangsa ini," kata Buya Syafi'i.
Akan tetapi, kita kembali diingatkan dengan karier dan kisah nabi Nuh yang hidup selama 950 tahun.
Berkata Nuh, "Tuhanku! sesungguhnya, aku telah mengajak kaumku siang-malam. Namun, ajakanku tidak menambah apa-apa, kecuali mereka semakin lari. Dan sesungguhnya setiap kuajak mereka agar Engkau ampuni mereka, mereka malah sumbatkan jari-jari mereka pada telinga-telinga mereka, dan mereka berselimut dengan pakaian-pakaian mereka, dan mereka tetap saja (keras kepala), serta bersikap sangat sombong". Nuh : 5-7
Boleh jadi memang Tuhan menghendaki agar kejahatan tetap ada di muka bumi. dengan demikian perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan adalah perjuangan tanpa henti sampai rapuhnya dunia ini.
Lebih lanjut Buya Syafi'i mengatakan, "Saya selalu meyakinkan diri saya sendiri bahwa panji optimisme harus selalu kita kibarkan. kita berharap selimut kabut segera menyingkir dari langit negeri kita,"
Dalam film inspiratif karya Pemuda Muhammadiyah Weleri "Boleh Koma, Jangan Titik" menunjukan spirit dakwah K.H. Ahmad Dahlan yang tiada henti.
Mungkin di zaman sekarang saya akan mengatakan "Kalau Capek ya Istirahat" setelah itu lanjut lagi, yang penting jangan berhenti.
Melalui dakwah yang persuasif dan cara yang arif kemungkinan kita berhasil untuk mengajak manusia ke jalan yang benar jauh lebih besar ketimbang cara-cara radikal apalagi dengan wawasan keagamaan yang sempit.
Kalau kata abang kami Untung namanya "Lakukan dengan cara dan gaya kita masing-masing,"
Banyak sekali kisah, cerita, rentetan sejarah, inspirasi atau teladan yang bisa kita pelajari. Para nabi, para sahabat, tokoh ilmuwan muslim, pejuang dan pemikir muslim, bahkan tokoh - tokoh disekitar kita.
Pada intinya ada harapan besar untuk kaum muda. Sosok yang semestinya memiliki impian dan punya tekad kuat untuk mewujudkannya. Dengan segala karakteristik dan potensi yang dimilikinya masa depan bangsa ada ditangannya.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait