Membangun Budaya Positif dalam Pendidikan

*Oleh Muhamad Ikhwan A. A

Dalam pendidikan, keberlangsungan kebiasaan yang berlaku menjadi pelengkap pelajaran pendidikan itu sendiri. Kehadirannya tak bisa di pungkiri dan pengaruhnya memberikan sedikitnya paling tidak afirmasi berupa positif atau sebaliknya dalam penyelenggaraan pendidikan ini sendiri. Selain metode, kapasitas dan sumber daya, kebiasaan yang berlangsung dalam proses - proses pendidikan ini adalah segmentasi penyempurna pendidikan, darinya, apa yang terjalin menjadi kebiasaan akan menunjang penuh pendidikan yang berlangsung mampu tepat sasaran. Hal sebaliknya sudah mesti bakal terjadi, jika kebiasaan yang ada dalam penyelenggaraan pendidikan kurang positif justru akan mempersulit pendidikan mencapai ruang akhirnya yang konstruktif, betapa saking pentingnya pembangunan kebiasaan ini disayangkan betul kalau tidak dimasukkan dalam orientasi penyelenggaraan pendidikan secara mendasar.

Dalam istilah lain misalnya yang hendak menjadi bahan gagasan saya ini adalah mengenai pembangunan budaya positif dalam pendidikan, bahwa di dalam ruang - ruang pendidikan, yang patut di bangun adalah bukan hanya metode dan cara kerja yang baik juga, bukan hanya pada hatamnya buku - buku panduan pembelajaran dan nilai akhir yang tertinggi belaka. Sebab dalam konteks yang jauh lebih luas, pendidikan ini pada intinya kan bakal meluluskan setiap peserta didik untuk menjalani kehidupan yang nyata di lapangan, dan dengan menambah konsentrasi pada pembangunan budaya positif, mereka yang melangsungkan pendidikan ini setelah lulus nanti mampu mengadopsinya dalam kehidupan sehari-hari. Lingkupnya pun bakal beragam, tergantung dari pada setiap individu atau kolektifnya, paling utama adalah esensi pendidikan bukan hanya sekedar paham muatan materi, tapi juga adalah peka terhadap aktivitas kehidupan dengan segala dinamikanya.

Tanpa berniat mengatakan praktik pendidikan kita selama ini belum berjalan baik, saya pikir pendidikan kita ini masih saja banyak berkutat pada tatanan teori belaka dan selesainya formalistas pendidikan. Masih saja belum mampu membangun budaya positif dalam pendidikan, buktinya apa, persoalan semacam minimnya kualitas dan kapasitas kualifikasi lulusan kita kadangkala jadi cermin yang harus dilihat. Gambar pantulan yang ada adalah banyaknya lulusan kita yang akhirnya gagap dalam menjawab dinamika sosial yang ada, alih-alih mampu menebarkan manfaat atas hasil pendidikan dengan budaya yang positif, malah memenuhi kebutuhan atas dasar pragmatisme saja kita kurang. Dalam hal ini tentu reformulasi pendidikan dan pembangunan budaya positif itu menjadi hal harus dilakukan.

Upaya semacam ini adalah wujud kolaborasi yang membawa misi character building di lingkungan pendidikan. Bahwa untuk membangun bangsa dan negara dimulai dari membangun generasi yang bermoral serta bermartabat. Bahwa melalui budaya positif dalam penyelenggaraan pendidikan adalah pendalaman tentang strategi agar pendidikan lebih bermakna lagi. Kontrol sosial antar pada elemen yang terlibat di dalamnya juga merupakan rangkaian yang harus dimulai. Misalnya semacam kesungguhan guru dalam mengontrol murid, atau murid dalam menjalankan kewajibannya yang melekat atau interaki diantaranya

Bagaimana Memulainya ?

Menjawab hal demikian, lalu apa yang bisa di lakukan? Bahwa menciptakan ruang yang bukan hanya mendukung proses pengajaran  yang mudah, tapi juga suasana belajar yang menyenangkan bagi peserta didik ?

Yang ada dalam benak saya kemudian pertama - tama ialah  membangun kesadaran bersama atas mortalitas yang demikian. Bahwa proses pendidikan bukanlah ajang yang menghilangkan prinsip - prinsip kesamaan dalam pendidikan itu sendiri. Bahwa dalam pendidikan yang paling utama bukanlah satu pihak dibandingkan pihak yang lainnya. Bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan justru adanya lintas pihak ini pendidikan bisa berlanjut dan dilangsungkan atas nama pendidikan. Dalam kosa kata kata lain antara objek dan subjek pembelajaran, keduanya sama pentingnya dan tidak ada yang jauh harus dilebihkan kedudukannya, tentunya selain juga karena metode, pendidikan bisa berlangsung ya atas adanya keduanya.

Kesadaran ini adalah membangunkan betul kesepahaman bahwa semua pihak baik mereka yang melakukan tugas mulianya sebagai tenaga pengajar atau mereka yang berjuang penuh memenuhi ekspektasi pendidikan yang terangkum dalam pointer yang kita sebut dengan nilai tidaklah bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Bahwa dalam proses pendidikan ini bukan hanya pada soal mana yang lebih urgensif dilakukan tapi adalah sejauh mana proses pembelajaran mampu menelurkan insan - insan yang memberikan toleransi betul sebagai makhluk yang hidupnya bersosial. Dengan demikian, kesadaran semacam ini bakal mempedomani masing-masing pihak agar mampu menepatkan kesungguhannya dalam mewujudkan apa yang jadi tujuan penyelenggaraan pendidikan.

Kemudian, setelah melalui paradigma yang demikian. Selayaknya kehidupan yang menyehatkan, asupan yang ada dalam proses pendidikan melalui pembelajaran material ini perlu disisipi suplemen vitamin semacam paduan budaya positif. Pengajaran yang efektif yang tidak terlalu terpaku pada persepsi pendidikan yang kadangkala kolot dan tertutup pada masukan adalah salah satu contoh yang harus di hindari betul. Pendidikan justru semestinya memunculkan banyak kebaruan dalam hal reaktualisasi pengetahuan yang di bahas baik melalui praktik vokasi atau diskusi hangat. Terlihat mudah memang secara teori, kenyataannya ini adalah tantangan besar pendidikan, pendidikan harus membangun iklim paling positif mungkin dengan menyediakan segala ruang dan waktu yang memadai jalinan interkoneksi antara siswa dan pendidik, keterbukaan satu sama lain untuk menerbitkan pendidikan yang lebih inklusif perlu ditekankan.

Berbagai potensi positif yang membuat pengembangan baik daya pikir, olah data sampai kebiasaan moralitas harus menjadi tumpuan yang dihasilkan dari orientasi positif yang ada dalam pendidikan. Jika pendidikan justru tidak membangun hal detail semacam itu, lalu untuk apa pendidikan itu sendiri hadir, sangat di sayangkan jika pendidikan sampai pada orientasi selesai kewajiban yang pragmatis, yang penting tugasnya mengajarnya selesai, yang penting pendidikannya lulus, tapi tidak meluluskan sumber daya yang cakap baik secara lahir yaitu kemapanan skil dan cara kerja yang penuh akan kreatifitas berkarya tapi juga cakap secara batin sebagaimana baik moralitasnya. Pendidikan sudah saatnya mengedepankan ejawantah kelulusan yang mendedikasikan harkat martabat kehidupan manusia Indonesia yang sesungguhnya. Sekali dayung dua pulau, pendidikan karakter dan keahlian adalah dimungkinkan jika semua berawal dari kesadaran bersama dan instrumen yang melengkapi setiap implementasinya.

 

Memupuk Kemerdekaan Belajar

Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang sarat akan kemerdekaannya, merdeka yang dalam konotasinya adalah mampu menghilangkan sekat yang kurang relevan terhadap pendidikan itu sendiri. Mereka yang terlibat di dalam pendidikan tidak lagi terbebani tugas yang berat yang tak berkaitan langsung dengan pendidikan itu sendiri. Kewajiban administrasif misalnya, kewajiban administrasif yang melulu soal teknis yang terlampau susah akan memunculkan beban yang menguras energi baik pikiran dan tindakan, tak sampai disitu pemenuhan administrasinya yang susah juga memakan waktu yang banyak. Padahal, tugas memikirkan dan melakukan pembelajaran yang kondusif dan efisien saja sudah merupakan hal besar yang memerlukan banyak konsentrasi. Lalu jika kita mau melihat program yang ada apakah sudah demikian ?. Merdeka belajar yang mengambil atensi besar para penyelenggara pendidikan kita barangkali mencoba melangsungkan yang demikian, bahwa dengan penyederhanaan soal-soal administrasi bagi para pengajar bakal menyediakan waktu lebih untuk pendidik memikirkan proses pembelajaran yang lebih baik lagi.

Kurikulum baru yang digagas juga membawa misi penyesuaian implementasinya berbasis pada kesiapan setiap instansi penyelenggara pendidikan, tidak lagi harus dipaksakan sama tapi lebih fleksibel bahwa pedoman pendidikan itu lebih fundamental namun kesiapan pelaksanaan juga perlu dipertimbangkan. Kalau malah justru dipaksakan dan mengubah apa yang sudah berjalan, di tengah waktu pendidikan yang ada malah bakal tingkat kematangannya akan jauh, bahkan bisa jadi nihil. Selain itu, gaya baru dalam merdeka belajar yang dalam hemat saya adalah memulainya dengan perubahan paradigma pendidikan, pendidikan yang ada coba di lakukan betul dengan mengedepankan kesempatan berkembang para peserta didik, tentu dengan penyesuaian tingkat pendidikannya masing - masing.

Contohnya program merdeka belajar seperti program sekolah menengah kejuruan unggulan yang menyediakan ruang lebar keselarasan antara pendidikan vokasi dengan kebutuhan dunia kerja yang update. Peserta didik yang ada disiapkan betul untuk terjun langsung menjadi tenaga profesional maupun wirausaha yang mumpuni di bidang vokasinya. Jika mau melanjutkan studinya pun, kesempatan yang dialami di sekolah pusat unggulan ini bakal menjadi  bekal yang betul-betul berharga. Dalam pelaksanaannya, sekolah unggulan ini mencoba memadukan antara penguatan sumber daya manusia, penguatan belajar praktik, penumbuhan karakter, manejemen sekolah berbasis data dan pendampingan oleh perguruan tinggi adalah hal yang dilakukan.

Di tingkat perguruan tinggi, yang paling center seperti program kampus merdeka adalah bagian kelanjutan dari program merdeka belajar. Kampus merdeka yang pada bagian-bagiannya menyediakan program semacam kampus mengajar, progam magang berserikat, pertukaran mahasiswa sampai wirausaha merdeka adalah laboratorium yang coba di kulik bagi para mahasiswa aktif. Kesempatan ini adalah kesempatan yang melibatkan secara langsung setiap mahasiswa dalam mendapatkan pengalaman langsung di lapangan, tidak hanya berkutat pada pemahaman teori belaka. Apalagi mahasiswa sebagai agen perubahan yang kadangkala malah gagap melakukan perubahan boleh jadi dikarenakan karena minimnya pengalaman lapangan ini. Pendidikan tinggi sudah seharusnya menyediakan pembelajaran yang jauh lebih konkret melalui program kampus merdeka ini. Walau sebelum hadirnya program semacam ini hadir, progam semacam Kuliah Kerja Nyata(KKN), Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang sudah sangat familiar di keberlangsungan kampus kita ini sudah ada, kehadiran merdeka belajar kampua merdeka ini menambah banyak variabel praktik kehidupan kampus yang menjadi efektif lagi. Variabel ini tentu bakal mengasah tidak hanya softskill tapi juha hardskill secara bersamaan dan berkelanjutan. Mengenai kebutuhan administrasif, program ini juga bisa dikonversikan menjadi mata kuliah secara langsung.

Terakhir, semoga apa yang di usahakan pastinya belum sempurna, maka evaluasi dan masukan setiap pihak adalah hal yang jangan dihilangkan. Semoga saja segala yang ada adalah demi melengkapi pertumbuhan budaya positif dan hakikat kemerdekaan belajar bagi siapapun yang ada di dalamnya

Editor : Iman Nurhayanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network