Harmoni Persatuan Indonesia Menuju Indonesia Sejahtera Dalam Perspektif Islam

*Oleh Muhammad Arief Albani
Muhammad Arief Albani. Foto: Ist

Indonesia merupakan sebuah Negara yang kaya akan peninggalan “pitutur luhur” para leluhurnya yang dapat dijadikan ilmu dalam membangun Indonesia Sejahtera.

Kertanegara meninggalkan cita-cita Cakrawala Mandala Dwipantara yang menginginkan persatuan dan kesatuan Nusantara. Begitu halnya selanjutnya diteruskan oleh Gajah Mada (jirnodhara) dengan cita-cita Hamukti Palapa yang juga menginginkan adanya persatuan kesatuan bangsa di Nusantara. Hingga saat ini seluruh elemen bangsa Indonesia meneruskan cita-cita tersebut menuju Indonesia Sejahtera melalui Harmonisasi Persatuan Indonesia.

Persatuan dalam negara tidak hanya persatuan antar umat Islam atau bahkan hanya persatuan antar sesama anggota organisasi atau kelompok semata. Persatuan kita adalah persatuan seluruh rakyat Indonesia (Persatuan Indonesia), demi kesatuan Negara Indonesia yang telah diperjuangakan oleh seluruh elemen bangsa Indonesia dari seluruh wilayah dan dari berbagai latar belakang Agama serta Suku Bangsa.

Persatuan dan Kesatuan Indonesia hendaklah dibangun dengan kesantunan, sebagaimana telah dicontohkan oleh para pendahulu kita di masa lampau. Sebagai contoh, salah satu “soko guru” (tiang utama) Masjid Agung Demak kita kenal dengan nama “soko/saka tatal”. Karena terdiri dari tumpukan potongan-potongan kayu (jawa = tatal) yang disusun dengan rapi kemudian disatukan dalam beberapa ikatan di beberapa bagiannya. Potongan-potongan kayu yang disusun tersebut berasal dari berbagai daerah di Jawa kala itu, yang dibawa oleh beberapa utusan. Hal tersebut menandakan bahwa kekuatan sebuah ikatan yang disatukan dengan kesantunan (kebaikan), Insya Allah akan menghasilkan sebuah ikatan kesatuan yang kuat dan saling menguatkan.

Hadhratussyaikh KH Hasyim Asy’ari pernah menyampaikan :

“Jangan jadikan perbedaan pendapat sebagai sebab perpecahan dan permusuhan. Karena yang demikian itu merupakan kejahatan besar yang bisa merunthkan bangunan masyarakat dan menutup pintu kebaikan di penjuru mana saja”.

Sebagai makhluk sosial, terlebih sebagai warga negara Indonesia yang memiliki komitmen kebangsaan, sikap menghargai perbedaan pandangan di masyarakat merupakan salah satu sisi dari sikap Tawasuth yang menjadi salah satu sikap kemasyarakatan umat Islam di Indonesia.

Kita sekalian hidup di tengah masyarakat yang beragam. Ragam agama, warna kulit, bahasa, adat serta budaya. Keragaman yang ada di tengah masyarakat adalah bagian dari sunnatullah yang memang seharusnya ada dan tidak bisa ditolak.

Dalam konteks kebangsaan, sekali lagi kami sampaikan “dalam konteks kebangsaan”, hal tersebut merupakan karunia Allah SWT bagi kita bangsa Indonesia. Selama perbedaan-perbedaan tersebut masih bisa mendatangkan kebaikan bagi kelangungan persatuan negara ini, maka layak untuk dipertahankan serta dirawat bersama.

Sekali lagi, dalam konteks kebangaan demi menggapai kebaikan bersama di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menghindarkan perpecahan serta menggapai Baldatun Thoyyibatun wa rabbun ghafuur.

Allah SWT telah mengajarkan kepada kita, bagaimana menyikapi keragaman dalam bermasyarakat. Keberagaman di tengah masyarakat diciptakan Allah SWT agar kita saling kenal mengenal dan saling harga menghargai antara komunitas masyarakat yang satu dengan komunitas masyarakat lainnya.

Firman Allah SWT :

ياَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَا كُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَ أُنْثَى وَ جَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبا وَقَبَا ءِىلَ لِتَعَا رَفُوْا. إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَا كُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ.

‘’Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan telah kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya terjadi saling kenal mengenal di antara kalian. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui juga maha mengenal’’ (QS. Al-Hujarat :13).

Ayat Al-Qur'an di atas, ditegaskan kembali oleh Hadhratussyaikh KH Hasyim Asy’ari di dalam Mukadimah Qonun Asasi Nahdlatul Ulama. Beliau mengingatkan :

فَإِنَّ اْلاِجْتِمَاعَ وَالتَّعَارُفَ وَاْلاِتِّحَادَ وَالتَّآلُفَ هُوَ اْلأمْرُ الَّذِي لاَ يَجْهَلُ أَحَدٌ مَنْفَعَتَهُ. كَيْفَ وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّم:

يَدُ اللهِ مَعَ الْجَمَاعَةِ فَإِذَا شَذَّ الشَّاذُّ مِنْهُمْ اِخْتَطَفَتْهُ الشَّيْطَانُ كَمَا يَخْتَطِفُ الذِّئْبُ مِنَ الْغَنَمِ .

 “Sesungguhnya pertemuan dan saling mengenal persatuan dan kekompakan adalah merupakan hal yang tidak seorangpun tidak mengetahui manfaatnya. Betapa tidak, Rasulullah SAW benar-benar telah bersabda yang artinya:                                                                                                               

“Tangan Allah bersama jama’ah. Apabila diantara jama’ah itu ada yang memencil sendiri, maka syaithanpun akan menerkamnya seperti serigala menerkam kambing.”

Sebagai umat Islam, kita diharapkan bisa menjadi perekat di antara keragaman yang ada. Dalam konteks keragaman budaya, aliran kepercayaan dan agama misalnya, umat Islam yang memahami ke-Iman-an dan dapat menjaga ke-Takwa-an diri sendiri selayaknya mampu menghargai keragaman yang dimiliki orang lain.

Saatnya, kita kembali kepada ayat-ayat Allah SWT yang mengajarkan kita pentingnya perbedaan sebagai sunatullah. Perbedaan justru seharusnya menjadi media untuk berbuat kebajikan.

Allah SWT berfirman :

وَلَوْشَاءَاللهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةًوَاحِدَةًوَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَا اَتَا كُمْ. فَسْتَبِقَوْاالْخَيْرَاتِ.

‘’Dan seandainya Allah menghendaki, niscaya kalian sudah dijadikan satu ummat, akan tetapi Allah ingin menguji kalian atas apa yang telah diberikannya kepada kalian, maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan’’ (QS. Al-Maidah:48).

Di ayat yang lain Allah juga menegaskan:

وَلَوْشَاءَرَبُّكَ لَأَ مَنَ مَنْ فِي اْلأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيْعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُوْنُوْامُؤْمِنِيْنَ.

“Dan seandainya Allah menghendaki, maka tentulah telah menjadi beriman semua orang-orang yang ada di muka bumi ini! Maka apakah kamu ingin memaksa manusia untuk menjadi orang-orang beriman semuanya?” (QS. Yunus:99).

Marilah kita rawat perbedaan yang ada, baik itu perbedaan agama seperti yang disampaikan Allah SWT pada ayat-ayat di atas, dan pesan Hadhratussyaikh KH Hasyim Asy’ari tentang persatuan dan kesatuan. Dengan harapan, penghargaan kita umat Islam tentang sebuah perbedaan dan keragaman tersebut, membuka pintu hidayah bagi kita sekalian dan mereka umat non-muslim akan lebih simpati dengan Islam.

Menghargai perbedaan dan menjaga persatuan masyarakat adalah bagian dari dakwah Islam yang harus tetap kita lestarikan.

Hargailah sesama anak bangsa Indonesia sebagai saudara sebangsa kita. Bersatulah dalam membangun negara tercinta Indonesia, sebagaimana dahulu mereka para pendahulu kita saling bahu membahu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Saling berempati dalam bingkai kesatuan NKRI, seperti yang dilakukan oleh muda mudi Katolik di Nusa Tenggara Timur beberapa waktu lalu saat menyanyikan Mars Syubanul Wathan. Sebagaimana kita bangsa Indonesia menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan khidmat dan penuh hormat yang notabene diciptakan oleh seorang beragama Katolik bernama Wage Rudolf Supratman.

Begitu pula tercatat dalam sejarah, bagaimana persatuan kita umat Islam dan non-muslim (katolik) yang diterima baik sebagai kompi tersendiri dalam Batalyon III Laskar Hizbullah yang notabene merupakan Batalyon bentukan Nahdlatul Ulama.

INDONESIA SEJAHTERA dimulai dari PERSATUAN INDONESIA

Editor : Iman Nurhayanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network