SEMARANG, iNewsJatenginfo.id - Akhir-akhir ini marak terjadi Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami para artis. Setelah sebelumnya kasus KDRT Lesti Kejora yang sempat membuat geger publik, kini giliran Venna Melinda menjadi korban.
Berkaca dari kasus-kasus tersebut, mungkin banyak yang bertanya-tanya mengapa KDRT cenderung dialami oleh perempuan. Kasus KDRT di Indonesia sendiri secara umum masih terbilang cukup tinggi.
Berdasarkan catatan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KemenPPA) hingga Oktober 2022, sudah ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia. Sebanyak 79,5% atau 16.745 korban dari total keseluruhan berjenis kelamin perempuan.
Lantas, mengapa kasus KDRT cenderung dialami perempuan? Berikut penjelasannya.
1. Kurang berpengalaman
Banyak perempuan terutama yang masih berusia muda, biasanya tidak berpengalaman. Hal itu membuat mereka lebih sering terjebak dalam hubungan yang tidak sehat di mana mereka mengira kontrol dari pasangan sebagai wujud cinta.
2. Tingkat pendidikan yang lebih rendah
Tingkat pendidikan yang rendah juga sering kali membuat perempuan tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang baik, sehingga cenderung untuk menikah dan menggantungkan hidup pada suami.
Mereka juga sering mengambil keputusan untuk tetap bertahan dalam hubungan yang kasar karena takut akan kemiskinan.
3. Budaya yang meninggikan laki-laki
Faktor selanjutnya yakni budaya atau norma dalam masyarakat yang kerap memandang atau menganggap laki-laki memiliki status lebih tinggi dibanding perempuan.
Dalam hubungan rumah tangga, perempuan juga diajarkan untuk tunduk pada suami, sehingga harus menerima apa pun perlakuan suami meski itu menyakitinya.
Hal itu diperparah dengan adanya pemahaman awam bahwa perempuan yang mengungkap adanya KDRT justru mengumbar aib suaminya. Padahal, ajaran agama pasti memuliakan perempuan.
4. Kurangnya pendidikan seksual
Kurangnya pendidikan seksual yang memadai, baik di sekolah maupun dari orang tua juga menjadi salah satu alasan perempuan semakin berisiko mengalami kekerasan seksual.
Pakar pendidik kesehatan seksual mengaitkan kejadian tersebut dengan pendidikan seks, khususnya ajaran seputar hubungan dan persetujuan.
Banyak orang (baik perempuan maupun laki-laki) yang terlibat dalam kekerasan seksual, tidak menerima banyak bimbingan mengenai hubungan yang sehat.
Contohnya seperti bagaimana mengenali tanda-tanda hubungan yang tidak sehat, bagaimana menetapkan batasan dan menegaskannya, atau bagaimana mengenali batasan orang lain.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait