Katanya pertumbuhan ekonomi didorong oleh investasi, konsumsi masyarakat, dan pengeluaran pemerintah.
"Bila pertumbuhan ekonomi terhambat, berarti diantara ketiga tadi ada yang kurang. Kemudian ada ekspor sebagai tambahan. Maka bisa dilihat bahwa konsumsi masyarakat itu meningkat apa tidak, ini kalau tidak meningkat berarti penyebabnya adalah investasi pemerintah," jelas Hardi.
Hardi menduga pengeluaran pemerintah daerah kurang progresif.
"Saya menduganya pengeluaran pemerintah ini kurang progresif dalam pencairan APBD-nya atau dorongan APBD yang untuk goverment expenditure atau inventasi pemerintah kurang. Kalau konsumsi masyarakat itu kan pada kemampuan masyarakat, ini juga sinkron karena pertumbuhan ekonomi itu lebih rendah daripada nasional maka bisa saja konsumsi masyarakat juga kurang meningkat," tukasnya.
Usai Covid-19, Ia menilai harusnya perekonomian mulai bangkit.
"Tahun 2021 itu kan mulai bangkit, tahun 2022 harusnya sudah mulai menanjak naik. Terutama di sektor hiburan, pariwisata, dan kuliner, itu harus kita genjot. Karena orang cenderung setelah dua tahun berada di rumah maka tahun ini menurut saya tahun pariwisata," ucapnya.
Mantan Dekan FE Unimus itu menyayangkan, destinasi wisata di Jawa Tengah sangat kurang bila dibandingkan dengan destinasi wisaya yang ada di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Guna menekan angka inflasi di Jateng, Hardi pun memberikan masukan-masukan ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
"Maka yang perlu didorong adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap produksinya, sehingga inflasi itu menjadi sebab bukan akibat. Kalau kebutuhan masyarakat di Jateng itu terpenuhi maka inflasi otomatis menurun, namun kalau faktor permintaan tidak terpenuhi maka akan mendorong inflasi naik," katanya.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait