Selama ini, kata dia, gamelan masih melekat kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama di Jawa seperti Surakarta (Solo dan Yogyakarta. Masih banyak acara-acara besar seperti pernikahan yang menggunakan alat musik gamelan, meskipun sudah bercampur dengan alat musik modern lain.
Bambang juga mengatakan, dengan diakuinya gamelan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Unesco, menjadi permulaan untuk melihat gamelan lebih luas dan lebih dalam.
Menurutnya, ini menjadi tantangan tersendiri karena gamelan tidak hanya sebagai seni budaya tapi juga melestarikan bentuk fisik dari perangkat gamelan itu sendiri yang sekarang sudah tidak murah membuatnya.
"Kita berhadapan dengan kelangkaan kayu, tidak semua kayu bisa digunakan untuk memukul, tidak semua kayu bisa dijadikan instrumen gamelan. Ada tembaga dan nikelnya tergantung harga internasional. Ada tanggung jawab besar yang dipikul pecinta gamelan aktivis seniman gamelan termasuk pemerintah," ujarnya.
Gamelan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda atau the Representative List of Intangible Cultural Heritage of Humanity oleh Unesco. Gamelan resmi menjadi Warisan Budaya Tak Benda Dunia dari Indonesia yang ke-12. Kerajinan Gamelan merupakan salah satu potensi terbesar yang dimiliki Desa Wirun.
Kerajinan gamelan ini merupakan suatu potensi yang sangat langka dan sulit untuk menguasainya, karena jenis Gamelan sendiri yang bermacam-macam dan mempunyai ciri khas nada dan suara masing-masing, tidak semua orang bisa membuatnya. Kerajinan Gamelan di Desa Wirun ini sudah berdiri sejak tahun 1956, dirintis pertama kali oleh Reso Wiguno.
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait