WONOSOBO, iNewsJatenginfo.id - Setiap daerah memiliki kesenian tradisional yang menjadi warisan budaya daerah tersebut, seperti halnya di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah yang memiliki Tarian Hak-hakan.
Kesenian Hak-hakan merupakan salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Dusun Kaliyoso, Desa Tegalombo, Kecamatan Kalikajar.
Tradisi lisan warisan nenek moyang yang sudah ada sejak tahun 1921 tersebut telah mendapatkan sertifikat WBTB (Warisan Budaya Tak Benda) pada tahun 2018, dipentaskan pada Senin, (22/8) di Dusun Kaliyoso.
Selain disaksikan oleh ratusan warga masyarakat, pementasan juga dihadiri oleh Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat, Ketua DPRD Wonosobo Eko Prasetyo HW, Anggota Komisi B DPRD Jateng Peni Dyah Perwitosari, serta tokoh masyarakat.
Usai pementasan dilanjutkan dengan dialog budaya Media Tradisional yang difasilitasi oleh DPRD Provinsi Jawa Tengah dengan menghadirkan pembicara Ketua DPRD Wonosobo Eko Prasetyo HW, Anggota Komisi B DPRD Jateng Peni Dyah Perwitosari, dan Kepala Desa Tegalombo Trijatmiko, sera moderator Septi Wulandari.
Tri Jatmiko menyampaikan asal-usul kesenian Hak-hakan yang menceritakan perjuangan warga setempat bergotong-royong mencari sumber air dan membangun saluran untuk kebutuhan pertanian sepanjang 3-4 km.
"Sebelum digelar kesenian Hak-hakan, sejumlah warga melakukan beberapa ritual untuk menghormati leluhur, seperti semedi, puasa, membuat tikar 1 hari 1 malam, pantangan untuk keluar rumah, serta menyiapkan beberapa sesaji," terang Tri Jatmiko.
Sedangkan Ketua DPRD Wonosobo Eko Prasetyo HW berharap agar kesenian Hak Hakan bisa dipatenkan. Pihaknya juga sudah meminta Dinas Pariwisata Wonosobo agar bisa menjadikan Tari Hak-hakan menjadi ciri khas Desa Tegalombo secara khusus dan Wonosobo secara umum.
“Di Ponorogo ada reognya, di Wonosobo ada Hak-Hakan. Kami bersama pemerintah mendukung upaya pematenan ini. Serta mengapresiasi kepada Ibu Peni yang sudah ikut memfasilitasi kegiatan kesenian ini sebagai upaya melestarikan budaya,” ujar Eko Prasetyo.
Sementara itu anggota DPRD Jateng Peni Dyah Perwitosari menaruh perhatian khusus terhadap tarian ini, karena memiliki ciri khas tersendiri, hanya ada di Desa Tegalombo, dan pementasannya pun hanya empat tahun sekali.
"Kesenian Hak Hakan bukan hanya patut dilestarikan tetapi juga patut dijadikan salah satu unggulan daerah.Sebenarnya pada 2019 saat kegiatan desa akan dipentaskan, namun karena ada Covid-19 maka selama dua tahun tidak bisa pentas, oleh karenanya saya bersyukur hari ini bisa dapat menyaksikan pementasan," ujar Peni
Peni pun berharap agar Desa Tegalombo bisa menjadi desa wisata, yang bukan hanya melestarikan kebudayaan tetapi juga menggerakkan roda perekonomian masyarakat.
Usai dialog budaya dilanjutkan dengan pementasan wayang kulit semalam suntuk dengan dalang Ki An Slamet dengan lakon "Lahire Raden Suketrem atau Serat Pustoko Jamus".
Editor : Iman Nurhayanto
Artikel Terkait