SEMARANG, iNewsJatenginfo.id – Upaya Kepala Kanwil ATR/BPN Jawa Tengah untuk menuntaskan program 1 juta sertifikasi tanah di Jawa Tengah pada 2024, mendapat dukungan dari Pj Gubernur Jateng, Nana Sudjana. Mantan Kapolda Metro Jaya itu menyampaikan hal tersebut usai menghadiri Zoom Meeting dalam acara launching Sertifikat Elektronik dan Penyerahan Sertifikat Hak Atas Tanah Program Strategis Nasional secara serentak oleh Presiden RI di Balaikota Semarang, Senin (4/12/2023).
“Kami akan dukung. Memang tadi kendalanya masalah keuangan. Jadi kami dari Pemprov Jateng akan berkoordinasi dengan kabupaten/kota terkait masyarakat yang tidak punya uang untuk mengurus sertifikat,” ucap Nana Sudjana.
Pemprov Jateng, kata Nana akan mengupayakan agar masyarakat dipermudah dalam mengurus sertifikasi tanah. “Jadi kami akan berkoordinasi, nanti ketika kabupaten/kota kekurangan dana, kami akan mengupayakan dari provinsi. Ini untuk kepentingan masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Kanwil ATR/BPN Jawa Tengah, Dwi Purnama membeberkan, dari 21 juta bidang tanah di Jawa Tengah, tinggal 1 juta bidang yang belum diproses. Sesuai target, sertifikasi 1 juta bidang tanah itu akan selesai pada tahun 2024 mendatang.
Daerah di Jateng yang masih banyak belum tersertifikasi tanahnya meliputi Kebumen, Purworejo, Kabupaten Tegal, Kabupaten Pekalongan, dan Jepara. Sementara Kabupaten Semarang masih sekitar 20 persen. “Tinggal 1 jutaan, tahun depan insyaallah kita selesaikan,” kata Dwi.
Kendala dalam proses sertifikasi tanah di Jawa Tengah selama ini, jelas Dwi terkait dengan biaya pra sertifikasi. Biaya pra sertifikasi itu memang ditanggung masyarakat, namun banyak masyarakat mengeluh kalau tidak memiliki uang untuk biaya tersebut. “Sebab yang dibiayai BPN itu hanya proses di BPN saja, pra sertifikasi menjadi beban masyarakat sehingga mengganggu sertifikasi tanah di banyak daerah,” jelasnya.
Terkait biaya pra sertifikasi tersebut, sesuai dengan SKB tiga menteri ditetapkan sebesar Rp150 ribu. Namun di Jawa Tengah ada kesepakatan masyarakat yang dituangkan dalam Perdes. Nilainya ditentukan oleh masing-masing sesuai kesepakatan warga dengan pemerintah desa. Sebab, pengelolaan diserahkan kepada pemerintah desa.
“Saya minta terutama aparat-aparat dan Pemerintah Desa juga harus support. Dokumen yang kita ambil untuk sertifikat itu kan dari dokumen desa atau leter C. Ini peran Bupati dan Wali Kota untuk mendorong, karena kita memang bekerja untuk rakyat,” katanya.
Setiap daerah, imbuh Dwi memiliki kebijakan yang mendorong proses sertifikasi. Misalnya Kota Semarang yang memberikan diskon 40 persen untuk biaya pra sertifikasi, bahkan ada 12 daerah yang justru membebaskan BPHTB.
Editor : Iman Nurhayanto