Membeli Sembari Berbagi

Khafid Sirotudin
Ketua LP-UMKM PWM Jawa Tengah, Khafid Sirotudin. (Foto: IST)

Khafid Sirotudin

Setiap pagi, Aris mengantar koran ke rumah kami, kecuali hari libur nasional tatkala media cetak tidak terbit. Jika tidak ketemu orang rumah, koran dan majalah langganan biasa diletakkan di atas meja teras rumah. Sejak 30 Maret 2000, kami sekeluarga pindah rumah dari Kedonsari Penyangkringan ke Pagersari-Penaruban Weleri. Maka koran dikirimkan ke tempat tinggal kami hingga sekarang.

Aris, anak mantu suwargi Kusdi (KSD Agency) agen dan pengecer berbagai koran dan majalah yang telah kami kenal lama. Kusdi meninggal dunia saat pandemi Covid-19 melanda tahun 2022, karena komorbid penyakit Diabetes yang dideritanya. 

Kusdi salah satu pengecer koran Republika yang terbit pertama 4 Januari 1993 dibawah bendera PT Abdi Bangsa. Kebetulan kami menjadi agen Republika wilayah Kendal sejak kali pertama terbit. Bersama mas Tasim dan Agus Roziqin, kami patungan bertiga mendirikan agen koran dan majalah “Khata Agency”. Waktu itu kami sempat punya 50 pelanggan Republika dan puluhan pelanggan beberapa koran.

Dahulu di Weleri terdapat beberapa agen koran dan majalah yang bermarkas di salah satu kios Terminal Bus Weleri (sekarang TKW, Taman Kota Weleri). Yang terbesar suwargi Sukimin, agen hampir semua koran, diantaranya Suara Merdeka, Wawasan, Jawa Pos, Kompas, Kedaulatan Rakyat dan Monitor. Juga agen dan penjual berbagai majalah yang terbit mingguan, setengah bulanan dan bulanan, diantaranya Bobo, Femina, Kartini, Tempo dan Trubus. Kami bekerjasama dalam menjual berbagai koran dan majalah. Sukimin dan Kusdi mengambil Republika dari kami, dan Khata Agency mengambil koran dan majalah dari mereka berdua. Setiap akhir bulan, kami saling mencocokkan hutang dan piutang pengambilan koran dan majalah.

Sebelum era digital merebak, koran langganan saya di depan rumah banyak dibaca warga kampung. Sebagai wahana silaturahmi dan sarana literasi bagi warga dan tetangga. Bahkan saya sering berganti-ganti atau menambah langganan koran menyesuaikan kebutuhan dan daya baca warga. Suara Merdeka, Wawasan dan Kompas, tiga koran yang sudah cukup lama menjadi langganan saya. Saat ini tinggal Kompas dan majalah Trubus, sebagai koran langganan kami sekeluarga di rumah. Majalah tengah bulanan Suara Muhammadiyah sudah cukup lama tidak berlangganan. Karena ketiadaan agen sejak salah seorang kader persyarikatan yang mengageni majalah itu meninggal dunia sepuluh tahun silam.

Banyak teman-teman yang berkunjung ke rumah merasa heran dengan apa yang saya lakukan. Apalagi pada era digital sekarang, dimana hampir semua media tersedia secara on-line, baik yang berbayar maupun gratis. Jangankan koran dan majalah, aneka buku dan kitab tersedia secara e-book, e-magazine, e-kitab. Tetapi saya masih tetap mempertahankan tradisi langganan koran cetak. Atau membeli koran di traffict light disaat saya berkendara di kota Semarang dan kota besar lainnya. 

Seringkali saya tidak memiliki ketertarikan dengan Headline koran yang saya beli dari penjaja koran di perempatan lampu bangjo. Toh saya bisa baca secara digital, on-line, e-newspaper.

Namun saya merasa pernah menghidupi keluarga dari jualan koran, jualan majalah dan menjadi agen beberapa media cetak. Hampir lima tahun kami menggeluti bisnis itu. Tidak ada narasi gengsi untuk mencari rejeki Tuhan, walau menjadi penjual koran. 

Kami menikmati rejeki yang dikumpulkan dari keuntungan Rp 100 - 200 dari setiap pembeli dan pelanggan koran. Bisa jadi mereka membeli atau menjadi pelanggan bukan untuk memenuhi kebutuhan informasi dan literasi, tetapi karena kasihan atau sekedar berbagi dengan kami.

“Sugeng enjing pak, nuwunsewu meniko tagihan Kompas bulan Agustus (Selamat pagi, mohon maaf ini tagihan Kompas bulan Agustus)”, sapa Aris sambil menyerahkan nota tagihan dan koran Kompas tadi pagi, 5 Agustus 2024. Kebetulan saya pas menyirami tanaman di halaman rumah. ”Ya dik, pinarak sekedap (Ya dik, duduk sebentar)”, jawab saya sambil meyelesaikan menyiram tanaman dengan ember dan gayung. Segera saya sudahi dan masuk ke dalam rumah. Sebab saya tahu, dia musti segera pulang untuk mengantar anaknya yang sekolah SD.

“Ini pembayaran Kompas Rp 210.000. Terus tagihan majalah Trubusnya berapa?”, tanya saya sambil menyerahkan uang.
“Ngapunten pak, awit wulan kepengker sampun mboten terbit. Pun gantos digital (Maaf pak, sejak bulan lalu sudah tidak terbit. Sudah diganti digital)”, jawabnya sambil menerima uang pembayaran dari saya.
”Mulane wingi aku nggoleki karo takon ibune kok ora ngerti (Makanya kemarin saya cari dan tanya istri tidak mengetahui)” kata saya.
”Saiki pelangganmu koran isih piro (Sekarang pelangganmu koran masih berapa)”.
“Sekedik pak, namung kirang selangkung. Niku mawon pun kitung kalih kantor-kantor (Sedikit pak, hanya sekitar 20-an pelanggan. Itu saja sudah termasuk pelanggan dari kantor dinas)”, jawabnya.
“Pelanggan ingkang dangu namung panjenengan (Pelanggan lama yang setia hanya bapak)”, ungkapnya sambil pamitan.

Sebagai mantan agen koran, saya bisa memperkirakan pendapatan Aris dari jualan koran dan majalah cetak. Dari harga koran, biasanya penjual mendapatkan 30 persen (eceran) dan 20 persen (langganan). Jika harga langganan Suara Merdeka Rp 120.000 atau Kompas Rp 210.000 per bulan, maka Aris mendapatkan Rp 24.000 dan Rp 42.000 per pelanggan. Dari aktivitas pagi mengantar koran ke 20 pelanggan, setidaknya mendapatkan kurang lebih Rp 500.000 sebulan. Sebuah penghasilan yang jauh dari UMK/UMP. Tetapi berkah buat memberi uang jajan anaknya yang masih SD. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, maka dia dan istrinya jualan angkringan di sore hari.

Tidak hanya menjadi pelanggan koran, majalah atau membeli nasi bungkus yang kita bisa lakukan untuk berbagi setiap hari. Sejak 25 Desember 2015, kami dan teman-teman AMM (Angkatan Muda Muhammadiyah) Weleri menginisiasi Gerakan Jumat Berkah. Yaitu berbagi nasi bungkus dan minuman sebanyak 250-300 paket setiap Jumat pagi, bakda Subuh, untuk warga yang membutuhkan sarapan. Alhamdulillah Jumat Berkah masih dilaksanakan oleh AMM hingga kini. 

Andapun bisa berbagi dengan cara membeli aneka produk usaha mikro dan kecil milik warga sekitar tempat tinggal. Membeli sembari berbagi guna menggerakkan ekonomi kerakyatan dan keumatan disaat pengangguran meningkat tajam, daya beli dan pertumbuhan ekonomi menurun, akibat kebijakan yang kurang berpihak dan pas buat rakyat kebanyakan.
Wallahu’alam

Pagersari, 5 Agustus 2024
*) Ketua LP-UMKM PWM Jawa Tengah

Editor : Iman Nurhayanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network